Suka Duka Buyung 17 tahun Jadi Cleaning Service di RSUD dr Adnaan WD
Sebagai kuli mengolah tanah menjadi batu bata ia lakoni sejak putus sekolah. Awalnya, ia di bawa oleh orang kampungnya untuk bantu-bantu mengangkat dan memindahkan batu bata yang telah masak ke pondok(gudang). Berjalannya waktu pekerjaan tersebut terus ia lakoni hingga beranjak dewasa.
Semasa itu, bekerja di pabrik batu bata cukup menutupi kebutuhan sehari-hari, namun waktu tersita dari pagi hingga senja dan penampilan juga tidak karuan, sebagaimana yang di bilang eteknya (tante), bahwa "barantilah karajo tu yuang, bilo wa ang ka barasiah, Bakubang saroman kabau se taruih." Artinya, "berhentilah bekerja seperti itu buyung, kapan kamu akan bersih, kotor seperti kerbau terus."
Buyung hanya mengangguk, ia bingung entah mau mengganti dengan pekerjaan apa, karena tidak punya ijazah. Seandainya merantau, sebagaimana yang biasa dilakukan orang minang, ketika itu ia tidak punya nyali, ungkapnya pada penulis. Ia takut,"nanti kalau tidak dapat pekerjaan di rantau, apa yang mau dimakan? Dan orang yang membawa untuk merantau pun tak ada," ulasnya.
Dalam kebingungan, Buyung pun dapat berita bagus dari etek nya yang seorang Bidan di Dinas Kesehatan Kota Payakumbuh yang pernah menyuruh Buyung berhenti. Etek memberi kabar, bahwa, "mulai besok kamu bekerja sebagai cleaning service di RSUD dr Adnaan WD. Segala proses administrasi masuk kerja sudah etek selesaikan dengan pemilik CV.Cipta Indah Utama," ungkap Buyung pada penulis dengan wajah haru mengingat masa lalu.
Memasuki akhir tahun 1994, Buyung mendapat pekerjaan baru dan ditempatkan sebagai tenaga kebersihan di RSUD dr Adnaan WD oleh CV. Cipta Indah Utama. RSUD dr Adnaan WD saat itu menyerahkan pada pihak ke 3 untuk urusan kebersihan seluruh lingkungan Rumah Sakit.
Setelah satu bulan bekerja, Buyung mendapatkan gaji Rp. 52.000,- Kala itu, PNS golongan 2 mendapatkan gaji pokok Rp.67.700,- ditambah tunjangan ini dan itu. "Total pendapatan PNS golongan 2 sekitar 117.000 rupiah ungkap Novera Akmal," yang kebetulan mendengar penulis mewawancarai Buyung. Dengan gaji 52.000 rupiah, Buyung sangat bersyukur, bujangan cukuplah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan membantu orang tua.
Tahun berikutnya perusahaan yang mempekerjakan Buyung berganti dengan CV lain, namun Buyung masih tetap dipakai oleh perusahaan pengganti.
Tahun berlalu, Buyung masih setia mengabdi sebagai tenaga cleaning service, gajinya disesuaikan menjadi Rp 90.000,-/ bulan. Buyung tidak ingat lagi kapan pertama ia menerima gaji sejumlah tersebut. Namun ia tidak bujang lagi, tapi sudah memiliki tanggung jawab seorang putri dan seorang istri.
Untuk mencukupi kebutuhan keluarga ia berusaha mencari tambahan di luar sebagai tenaga serabutan. Dalam pengakuannya, apa saja ia lakukan yang penting halal. Tetangga minta tolong membongkar septik tank misalnya, ia lakukan dengan harapan keuangan keluarga bertambah.
Dalam pergaulan sehari-hari penulis juga pernah minta tolong pada Buyung, ia tidak pernah keberatan, apalagi memperlihatkan wajah masam. Penulis beranggapan, sosok Buyung memakai petuah Minang, yakni ringan kaki, capek tangan, namun salero lapeh juo ( Ringan kaki, cepat tangan, namun selera/keinginan dapat juga).
Senada dengan anggapan penulis, Novera Akmal yang kebetulan mendengar percakapan kami, menambahkan, " kelebihan si buyuang ko rajin, namuah di suruah," maknanya, "kelebihan dari si buyung rajin, mau disuruh," katanya.
Sekitar kurang lebih 400 orang tenaga RSUD dr Adnaan WD dengan berbagai macam keperluan, juga pernah minta bantuan Buyung, baik keperluan pribadi maupun kepentingan dinas di luar jam kerja Buyung. Sebab Buyung hampir 24 jam terlihat di Rumah Sakit, meskipun bekerja sebagai cleaning service dari pukul 06.00 wib sampai pukul 14.00 wib.
Memasuki tahun 2000-an gaji Buyung telah mencapai 350.000 rupiah. Uang sebanyak itu diakuinya tidak cukup untuk menutupi kebutuhan rumah tangga, mengingat anak bertambah menjadi 2 orang. Dan, sewa kontrakan bertambah naik dari tahun ke tahun. Namun, ia berusaha bertahan sebagai cleaning service di RSUD dr Adnaan WD, karena tidak ada pilihan lain yang lebih baik.
Waktu terus berputar, Buyung wajib memungut sampah dari keranjang tiap lorong dan ruangan tiap pagi dan sore untuk dibuang ke tempat pembuangan akhir. Begitu juga rumput liar ditaman Rumah Sakit yang telah panjang bak ilalang. Buyung siap memangkas dengan mesin pemotong, itu merupakan pekerjaan rutin selain membantu pekerjaan lain jika ada orang yang minta tolong. Hanya satu tekad terbersit di hatinya, bersabar serta memupuk harapan semoga suatu hari nanti ia bisa menjadi pegawai RSUD dr Adnaan WD, bukan tenaga kontrak pihak ketiga.
Buyung berujar bahwa, "Oyong dan Ujang merupakan sama-sama meniti karir dengannya di RSUD dr Adnaan WD sebagai tenaga kebersihan lingkungan Rumah Sakit. Namun, Oyong yang tamatan SMP dan Ujang lulusan SD telah menjadi PNS karena dari awal masuk Rumah Sakit mereka berstatus sebagai tenaga Pegawai Tidak Tetap (PTT), atas usulan RSUD dr Adnaan WD melalui Badan Kepegawaian Daerah Pemko Payakumbuh, mereka saat ini, kalau tidak salah tahun 2008 telah diangkat jadi PNS," kata Buyung.
"Sementara saya, masih bekerja di perusahaan pihak ke tiga yang memperkerjakan di RSUD dr Adnaan WD. Namun, semua itu saya syukuri masih dapat bekerja di Rumah Sakit meskipun sebagai Cleaning Service," kenang Buyung berkaca-kaca.
Buyung bersabar, meskipun ada angan-angan untuk menjadi PNS atau tenaga tetap RSUD dr Adnaan WD. Kadangkala angan-angan itu sirna, mengingat ia tidak punya ijazah. Beliau putus sekolah di kelas 4 Sekolah Dasar, jadi impian itu terasa hampa.
Memasuki tahun 2011, ketelatenan Buyung sebagai orang yang suka membantu, memperbaiki WC macet misalnya, membersihkan saluran selokan atau mengangkat dan memindahkan barang dari gudang A ke gudang B, terpantau oleh direktur utama RSUD dr Adnaan WD, yaitu dr. Yunier Salim, MARS.
Buyung kelahiran 1973, yang saat itu berusia 38 tahun diminta untuk menyelesaikan Sekolah Dasar, agar ia dapat diangkat menjadi tenaga kontrak di RSUD dr Adnaan WD.
Bak mendapatkan setetes air di padang pasir nan terik, Buyung berusaha menamatkan pendidikan Sekolah Dasar melalui ujian persamaan di salah satu Sekolah Dasar di Payakumbuh.
Alhasil, di tahun 2011 ia resmi di angkat menjadi tenaga kontrak RSUD dr Adnaan WD atas persetujuan Pemerintah Kota Payakumbuh.
Meskipun telah berpakaian dinas ala Pemko, Buyung tidak melupakan 17 tahun mengabdi sebagai cleaning service. Ia sangat berterima kasih pada perusahaan yang telah memakai jasanya, ia tidak pernah di pecat diskors ataupun apa namanya terkait pelanggaran disiplin.
Sebagai tenaga kontrak baru, Buyung ditempatkan di Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit (IPSRS) bidang sanitasi lingkungan. Ia pun satu instalasi dengan teman lamanya Oyong. Beliau bertanggung jawab penuh membakar sampah medis melalui mesin incenerator.
Sedangkan diluar itu, jika tabung oksigen kosong, Buyung atau Oyong yang paling sering ditelpon oleh Perawat untuk mengganti agar menjadi penuh kembali.
Berdasarkan pengamatan penulis, selain ditempatkan di bidang sanitasi, Buyung dalam bekerja tidak pilah-pilih, ia masih seperti yang dulu, masih mau membantu jika ada yang minta tolong meskipun di luar job of description.
Memasuki angka 4 tahun jadi tenaga kontrak, Buyung mengaku sangat menikmati pekerjaan yang ia lakoni sekarang. Saat ini cita- citanya sederhana, ia ingin seperti Oyong yang telah PNS. Dan, ia pun memupuk harapan baru, ingin punya rumah pribadi untuk 4 orang anaknya, yang sulung saat ini duduk dibangku kelas 2 SLTP dan yang paling bontot berumur 8 bulan.
Hikmah yang dapat dipetik dari potret kehidupan Buyung ini menurut penulis adalah, bersabar dan selalu memupuk harapan bahwa suatu nanti akan terkabul apa yang di inginkan.
Dalam mewujudkan bentuk rasa sabar itu adalah perlunya pengorbanan dan tidak membatasi diri dengan idealisme pantang disuruh orang lain jika tidak ada apanya? Intinya ikhlas, imbalan akan menyusul. Juga tidak mengemis agar diberi posisi yang lebih baik dari atasan, namun cukup tunjukan loyalitas dan pengabdian.(Anton Wijaya)