Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Koran Ternama di Jepang, Ungkap Fakta, Perawat Indonesia Banyak Pulang Kampung

Media cetak ungkap data tentang karir Perawat di Jepang
Medianers ~ Bulan ini, (September 2016) sebuah koran nasional cukup terkenal di Jepang bernama Asahi Shinbun mengungkapkan data dan fakta bahwa, Dari 1.118 calon perawat Rumah Sakit cuma 119 berhasil lulus ujian negara Keperawatan di Jepang. Sementara caregiver dari 2.777 calon yang sudah berada di Jepang, hanya sekitar 437 orang saja yang lulus.

Hal ini terungkap dalam sebuah forum diskusi Whats App "Perawat Peduli Indonesia" yang dikelola oleh Ns.Martony, selain admin, ia penulis sekaligus pemerhati Perawat Indonesia. 

Dalam forum diskusi dimaksud, tergabung tokoh Keperawatan nasional, seperti Prof. Achir Yani, Prof. Budi Anna Keliat, Dr.Prayetni, S.Kp, M.Kep dan juga praktisi serta akademisi, termasuk pengurus organisasi yang tersebar diseluruh pelosok tanah air, termasuk luar negri.

Okey! Kali ini medianers membocorkan isu menarik yang dibahas dalam grup diskusi tersebut, yang dicetuskan oleh Laras Waty, ia Perawat, saat ini bekerja di Osaka Jepang. Isu ini juga dimulai oleh Mohammad Yusuf dengan mengupload pemberitaan media massa di Jepang tentang Perawat.

Terkait, pemberitaan yang dimaksud. Diterjemahkan oleh Mohammad Yusuf, bahwa, "Ada yang positif dan negatif. Negatifnya banyak perawat Indonesia pulang walau sudah dapat lisensi di Jepang. Tapi, bukan di arahkan ke kita (maksudnya ke Perawat Indonesia) . Ini jadi pertanyaan media Jepang kepada pihak pengguna dan pemerintah Jepang. Kenapa banyak yang pulang?"

Mohammad yusuf menambahkan." Positifnya banyak yang terus berjuang untuk medapatkan lisensi, bahkan membentuk komunitas perawat muslim Indonesia, yang salah satu kegiatannya utk saling komunikasi dan bertukar pikiran." Jelasnya.

Alasan Perawat Indonesia di Jepang Kembali Ke Tanah Air

Laras Waty menanggapi isu seperti ini, "Perawat yang pulang ke Indonesia tanpa lulus ujian sekitar 532 orang. Di antara 191 yang lulus ada yang pulang ke indonesia maupun ganti visa kerja. Perlu diketahui para perawat yang mengikuti program ke Jepang mendapatkan visa tokutei katsudou, atau visa designated activities. Bagi peserta lulus ujian, ada yang mengubah visanya menjadi visa pekerja medis ataupun ada yang menikah dengan penduduk  lokal sehingga mengubah visa menjadi visa spouse." Ungkapnya.

"Hal tersebut dilakukan, karena ada yang lulus dengan sertifikasi junkangoshi (semacam perawat pelaksana) dengan masa berlaku 4 tahun. Tapi, bila terus memakai sertifikat junkangoshi visa juga wajib berubah. Junkangoshi ini tidak bisa diperbaharui masa berlaku sertifikatnya. Jadi sehabis 4 tahun harus pulang, atau harus sudah lulus ujian negara perawat/ kangoshi." Tukuk Laras Waty.

Sedangkan caregiver yang bekerja di Panti jompo, Laras Waty mengatakan. "Ada 436 orang lulus ujian negara, diantara yang lulus ada yang pulang kembali ke tanah air maupun berubah visa, sebanyak 140 orang."

Ia menambahkan, alasan Perawat Indonesia kembali ke tanah air sebagai berikut: "Biasanya alasan masing-masing orang. Kalau perempuan beralasan hendak menikah, ikut suami. Sedangkan, yang sudah berkeluarga, bagi yang tidak membawa keluarga ke Jepang ya kembali ke kampung halaman. Mas yusuf termasuk perawat yang tahan banting lho. Beliau memboyong keluarga ke Jepang dan Alhamdulillah bisa hidup bareng keluarga di Jepang. Ungkapnya.

"Ada juga yang pulang ke Indonesia untuk meneruskan sekolah. Ambil S1, atau S2." Ulas Laras.

Sementara dari pihak user, laras mengatakan, " pihak rumah sakit juga bukannya tidak memperpanjang kontrak, karena selama perawat Indonesia memiliki sertifikat dia bisa melamar dimana saja. Kalau memang sudah tidak betah bekerja di rumah sakit tempatnya bekerja sebelumnya."

Apakah Perawat Indonesia Tidak Kompeten Sehingga Banyak yang Tidak Lulus Ujian?

"Terus terang bila dibilang Perawat tidak kompeten saya tidak sepakat. Perawat yang ke Jepang ikut ujian penyaringan ketat di Indonesia. Perawat juga minimal punya pengalaman 2 tahun kerja di Rumah Sakit. Kendala terbesar ujian lisensi adalah bahasa." Bantah Laras.

Terkait data dan fakta diungkap koran Asahi Shinbun tentang banyaknya Perawat Indonesia yang tidak lulus Ujian lisensi Keperawatan di Jepang. Prof. Achir Yani S. Hamid, MN.,DN.Sc selaku guru besar Ilmu Keperawatan di Universitas Indonesia, sekaligus mantan Ketua Umum PPNI yang pernah menjabat 2 priode ini berpendapat. 

"Harus dikaji jauh, dalam menyatakan Perawat tidak kompeten hingga tidak lulus ujian di Jepang. Apa yang mereka rasakan, adalah kesulitan dalam pemahaman bahasa atau level pertanyaan yang di ujikan." Tanggapan Prof. Yani.

Prof Yani menambahkan, "Sebelum lulus ujian lisensi, Perawat Indonesia yang berada di Jepang, hanya boleh melakukan pekerjaan yang sangat basic, sangat kurang Clinical Nursing. Sehingga setelah beberapa tahun keterampilan Perawat menurun. Ketika lulus ujian dapat lisensi tapi dengan keterampilan yang menurun tersebut, mereka dibawah supervision ketat oleh Perawat Jepang.  Ini temuan hasil wawancara dan dibahas saat seminar di Osaka 20 Desember 2015 yang lalu." Jelasnya.(AntonWijaya)