Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tantangan Merawat Pasien Gangguan Jiwa

Medianers --- Tatapan matanya kosong, ia terlihat menyendiri, sesekali tersenyum. Sekira 5 menit mengamati. Saya dekati, dan acungkan tangan kanan untuk bersalaman, sembari menyebutkan nama lengkap, Saya tanyakan pula siapa namanya.  

Sejenak klien menunduk, lalu menyebutkan namanya. Lalu klien berusaha menghindar, tidak ingin diganggu. Klien sama dengan pasien, istilah klien ini digunakan dalam bidang keperawatan jiwa, sebagai pengganti penyebutan pasien.

Saat bersalaman, ia tidak berani menatap Saya, ia hanya menunduk. Saya berusaha menjalin pertemanan. Manakala klien tidak percaya, maka akan sulit menggali informasi penting, terkait apa yang telah ia rasakan, hingga ia sampai dirawat di Rumah Sakit Jiwa. 

Hal utama dalam menjalin hubungan saling percaya dengan klien adalah, Saya harus mampu beradaptasi dengan situasi. Cendrung  klien menarik diri, akan sulit didekati, apa lagi menggali riwayat kesehatan terdahulunya melalui wawancara terbuka.

Hari pertama perkenalan, klien cukup bersahabat. Ia menjabat tangan, mau menyebutkan nama dan bisa diajak bicara. Namun, tidak lama ia menghindar, dan ingin menyendiri lagi. Sebelum pergi, Saya kontrak waktu dengannya bahwa, esok  akan berbincang- bincang dengannya kembali.

Tak banyak aktifitas yang bisa dilakukan di ruangan itu. Saya cendrung  mengamati prilaku klien yang dirawat sejumlah 40 orang itu, terkadang mereka terlihat lucu, dan sekaligus Saya merasa prihatin akan masa depannya.

Dari 40 orang klien yang dirawat, Saya dapat tugas kelolaan sebanyak 2 orang. Saya ditugaskan mendata riwayat masa lalu, serta keluhan saat masuk, dan yang dirasakan saat ini. Akhir dari pengkajian, Saya harus mampu menegakkan diagnosa keperawatan dan rencana serta tindakan apa yang harus dilakukan.

Tentunya, di bawah supervisi pembimbing klinik maupun pembimbing  kampus. Waktu pelaksanaan praktik keperawatan jiwa dimaksud selama 13 hari kerja. (15 sampai 28 Februari 2021) di RSJ Prof. HB Saanin, Padang.

Wisma Cendrawasih, RSJ Prof. HB Saanin Padang.

Sebetulnya Ingin Saya memamerkan foto dan identitas klien Saya, agar tidak disebut hoax. Tapi itu tidak dibolehkan. Saya akan menceritakan sekelumit tentang kisahnya saja di postingan ini, tanpa menyebutkan identitas dan alamatnya.

Sebagaimana pembuka tulisan ini, di awal paragraf, maka Saya berkesimpulan saat dilakukan pengkajian, klien Saya mengalami Isolasi Sosial. Itulah diagnosa keperawatannya, yakni Isolasi Sosial. Saya dapatkan setelah melakukan analisa data.

Diagnosa saat ini, tidak sama dengan diagnosa awal masuk. Berdasarkan informasi, klien masuk rumah sakit karena prilaku kekerasan. Hal itu dipicu oleh di rumah sering mendengar bisikan, dan kadang melihat bayangan hitam. Dikenal dengan halusinasi.

Hal itu ia rasakan cukup lama. Bisikan yang ia dengar, bermacam- macam. Seperti suara asing mengatakan bahwa ia disantet tetangga dan ada juga sholatnya tidak sah, karena kepala telah dilumuri kencing oleh jin. Sehingga ia merasa kesal dan marah.

Jelang dibawa ke rumah sakit, klien  menceritakan, bahwa ia mengamuk, karena terhasut oleh bisikan itu. Melempari rumah tetangga yang dicurigai telah menyantetnya. Serta melempari mobil sebagai bentuk meluapkan kekesalannya.

Setelah itu, ia ditangkap oleh polisi setempat, lalu diantarkan ke rumah sakit, demikian ia menceritakan. Pengakuan itu disampaikan setelah 1 minggu berada di ruang rawat.

Sejak dirawat, Ia hanya menunduk, malas berinteraksi. Jarang berbicara. Tidak kenal satu pun nama pasien lainnya yang sama- sama dirawat di bangsal yang sama. Ia terkesan menarik diri dari lingkungan.

Jika dibiarkan, maka klien ini berpotensi halusinasi kembali. Sebab berdasarkan teori pohon masalah, menarik diri atau isolasi sosial akan berpotensi mengalami halusinasi, dan berakhir pada prilaku kekerasan.

Saya berusaha merunut akar persoalan. Saya tatap matanya, Saya berikan senyuman. Dan Saya yakinkan bahwa Saya bisa menjadi teman bicaranya. Ia terlihat percaya, dan menceritakan masa lalunya yang kelam.

Ia dikhianati oleh orang terkasihnya sekitar 10 tahun yang lalu. Orang yang ia cintai itu telah memberikan 2 orang putri. Rumah tangganya terbilang harmonis sebelumnya. Tapi, tanpa ia duga, istrinya berselingkuh.

Sejak ketahuan, klien Saya sangat tertekan. Rumah tangganya berantakan, berakhir dengan perceraian. Setelah itu, ia depresi berat. Mengurung diri di rumah orang tuanya. Ia merasa dilecehkan dan direndahkan oleh orang yang ia sayangi.

Kira begitu singkat kisahnya. Jadi, tugas Saya sangat jelas. Bagaimana membangkitkan kembali semangatnya, mengajak kembali berinteraksi, dan melakukan kegiatan positif, setidaknya dalam skala kecil di ruangan terbatas.

Aktifitas demikian dikenal dengan Strategi Pelaksanaan (SP). Jadi, perlahan- lahan, Saya ajak dia berkenalan dengan pasien yang ada di bangsal . Saya ajarkan cara berkenalan dan berinteraksi. Kami pun berdiskusi. 

Awalnya, ia mendapat teman 1 orang, di hari berikutnya dapat lagi teman sampai 5 orang. Bahkan, kami melakukan diskusi. Terkadang diskusi sesama pasien gangguan jiwa sering ngawur, tapi Saya memposisikan diri sebagai moderator dan kembali mengarahkan.

Ya, diskusi sederhana saja, tentang mengenalkan diri masing-masing, terkait nama, alamat, pekerjaaan, dan apa yang dirasakan atau didambakan. Namun, pasien kelolaan Saya itu, kalau tidak diajak atau dimotivasi, ia tidak mau berbicara. Setidaknya ia sudah mulai berinteraksi, dan mau bercerita dengan Saya.

Kendati Saya tidak bisa mengatakan telah memberikan bantuan luar bisa padanya, setidaknya Saya sudah bersahabat dengannya, dan menjadi lawan bicara yang ia percaya. Dan, Saya juga sudah menyelesaikan praktik klinik keperawatan jiwa sepenuh hati, dengan ikhlas. (Anton Wijaya)


Posting Komentar untuk "Tantangan Merawat Pasien Gangguan Jiwa"