Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Malu pada Pedagang Kaki Lima


Gemuruh tunggal menyapa kota kami tepat pukul, 19.50 wib. Disaat bersamaan, istriku sedang bergegas menyiapkan keperluan dinas malam. Berselang 5 menit, hujan lebat pun datang mengguyur dedaunan, atap rumah dan jalanan gang kelurahan.

Seharusnya, pukul delapan kurang 5 menit, aku sudah menyalakan mesin motor dan istriku sudah harus duduk manis dibelakang. Jarak tempuh antara kontrakan kami dengan tempat kerjanya tidak terlalu jauh, kurang lebih 5 menit dengan motor.

Apa mau dikata? Hujan begitu deras turun dari langit. Niat untuk berangkat kami urungkan, atas permintaanku pada istri.  Aku bilang, minta kompensasi saja pada Perawat dinas sore untuk telat datang sampai hujan reda. Aku pikir yang dinas sore pun tidak akan pulang menempuh hujan lebat itu. Istriku mengangguk, dan kawanya yang dinas bersedia memberi kelonggaran lewat SMS.

Ilustrasi dari Google Image
Sambil menunggu hujan teduh, aku menggeser karpet diruang tamu. Setiap hujan deras datang, ruang tamu di kontrakan kami bocor,aku pun menampung tetesan yang mengalir dengan ember yang didalamnya di isi kain, agar percikanya tidak merembes ke lantai. 

Masalah bocor ini sudah pernahku laporkan pada pemilik rumah, namun beliau tidak merasa ada masalah. Sebab, dia berkata, itu hanya rembesan air yang dikarenakan plafon samping rumah sudah banyak yang menyumbat. Aku bilang, bagaimana dengan yang didapur buk, kan juga bocor? dia bilang juga masalahnya sama. Intinya, loteng yang bocor itu belum layak diperbaiki.

Ketika musim panas, aku lupa untuk memastikan apakah benar ada sumbatan di plafon? atau atap seng yang seharusnya diganti? setiap hujan deras datang, aku kembali mengeluh. Dan, acara bocor merembes ini kali kedua di temukan, selama 8 bulan tinggal di kontrakan.

30 menit berlalu, hujan tetap deras, aku keluar rumah. Pipa pembuangan air dari atap tetangga begitu deras mengalir, jalanan gang dipenuhi air, sepertinya drainase pembuangan tidak ada. Aku memastikan bahwa dari dasar, tinggi air sejengkal, aku sedikit cemas akan terjadi banjir.

Beranda rumah basah oleh percikan air, motorku yang terparkir juga. Aku berkata dalam hati, semoga hujan lekas teduh ,agar bisa mengantar istri bekerja.

Masuk lagi ke dalam rumah, istriku sudah mendesak untuk diantar segera. Karena ia tak enak hati telat. Dan, lagian pukul 20.30. wib,  waktunya menyonde (baca: memberikan susu lewat selang pada bayi). Istriku hampir setahun ini ditugaskan di Ruangan Perinatologi, disana ia sebagai Bidan yang merawat manusia lucu dan mungil yang ada dalam inkubator.

Aku sarankan lagi, hujan masih lebat. Aku khawatir dengan kehamilanya yang 6,5 bulan. Nanti sakit berhujan-hujan. Kita pakai mantel saja bang, sanggahnya. Ku bilang mantel kita hanya satu. Dia jawab , Pakai jaket parasut yang satu lagi, nanti saya bawa celana ganti, kalau basah.

Dengan berat hati kuantar juga. Keluar dari gang, ketemu jalan raya. Kulihat jalanan sepi dari kendaraan. Sudut kiri kanan Aspal penuh di isi air, sekitar 50 meter perjalanan, disisi kiri kulihat penjual minuman bandrek sendirian menjaga warung yang terbuat dari terpal, ia memeluk tangan kedada, pertanda kedinginan. Aku yakin daganganya tekor.

Dengan pelan ku pilin gagang gas motor. Seraya memperhatikan pedagang kaki lima di trotoar depan Rumah Sakit. Jualanya sepi dari pengunjung.  Sementara mereka yang berjualan di kaki lima tersebut, warungnya tidak punya dinding pembatas, angin kencaang bisa saja menembus pori-pori tubuhnya yang tidak punya jaket. Pertahanan tubuh mereka lebih rentan kena penyakit. 

Pedagang Sate, sepertinya mengurut dada untuk bersabar. Pedagang gorengan hanya memandang jualanya, kapan tahu, tempe dan bakwanya habis oleh pembeli. Dan ada penjual nasi, serta aneka minuman yang harus tabah.

Menyambut lebaran dihari puasa yang tersisa 4 hari lagi, mereka masih berkuras banting tulang. Siapa yang akan mengasih THR? saya jamin malam ini, jualanya mengalami kerugian. Khusus Pedagang kaki lima yang ada didepan Rumah Sakit tersebut, hanya berjualan dimalam hari, kalau siang tidak diperbolehkan oleh pemerintah setempat.

Siklus kehidupan memang berputar, sejak bulan Ramadhan, baru kali ini hujan lebat menjambangi kota kami.Sebelumnya ada 2 kali gerimis di sore hari.

Hujan deras yang datang malam ini, ada 2  makna yang tersirat. Pertama anugrah, jika hujan tidak datang, mungkin kekeringan akan melanda. Dan, petani akan gagal panen. Makna Kedua, mungkin malapetaka buat saudaraku yang pedagang kaki lima.

Aku secara pribadi, akhirnya malu mengeluh, ketika mengamati lingkungan sekitar. Alhamdulillah, istriku bekerja dalam ruangan yang tidak ada celah untuk air menyusupi atap dan kemungkinan angin untuk menembus dinding sangat kecil. Aku yakin, dia akan baik-baik saja menjalankan tugas malam ini. Tidak perlu khawatir akan keselamatan anak kami yang ada dalam kandungan.

Aku juga bangga pada istri tercinta, ketika ia mendesak untuk segera diantar dalam hujan lebat ke tempat kerja. Meskipun gara-gara aku yang suka mengeluh, membuat ia telat 35 menit. Sekarang hujan telah teduh, tepat pukul 22.00 wib. Semoga, semuanya akan baik-baik saja. 

5 komentar untuk "Malu pada Pedagang Kaki Lima"

  1. Subhanallah postingannya nice..
    bnar sekali mengeluh bukan cara yang tepat dalam kondisi itu.
    semangat dan dan memohon kepada-Nya agar dimudahkan segala urusannya..
    salam super dari bandung sob..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sobat, kadang kita egois kalau hanya memandang dari satu aspek saja.Jika kita perhatikan pula orang2 yang ada disekitar, mungkin lebih miris dengan keadaan yang kita keluhkan.

      Terima kasih sobat telah mampir.Salam super kembali dari Payakumbuh.

      Hapus
    2. setuju sekali sobat dengan cara pemikiranmu...
      jika seorang memadang hanya dari satu aspek, maka seorang akan cilaka oleh dirinya sendiri nanti, itu bahasa dari orang yang bijak sob.. hehehe ^_^

      Hapus
  2. hujan tadi sore yo da anton?
    Betul juga sih da, kadang kita tidak pantas mengeluh.. sebab masih ada yang jauh kurang beruntung dari kita. mereka tetap menjalani hidupnya penuh dengan syukur..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menjelang Isya hujan lebat Jo. Iya begitulah jo, mensyukuri nikmat ini yang sering terlupakan.

      Hapus