Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

' Tambua' Pariaman Mulai Lapuk di Makan Zaman

Tambua-Gandang Tasa- Tambur- Alat Gendang
Sudah lama saya tidak menyaksikan kesenian daerah Gandang Tasa atau Tambua ( Tamburin) digelar di acara Baralek ( Kenduri ) di Pariaman. Terutama di tanah kelahiran saya Sungai- Geringging.


Pertengahan bulan April 2015, saya pulang kampung tujuan memenuhi undangan baralek. Saat menghadiri pesta, saya di suguhkan kesenian yang telah lama menghilang, saya menyebutnya waktu kecil ' Tambua' yang dimainkan oleh 4 orang. Semasa dulu, pemainnya hanya 3 orang, saat ini, Tambua yang disebut juga Gandang tasa telah berinovasi dengan ditambah nya 1 personil untuk meniup seruling.

"Tararak...tararak..tararak..dun..dun.tararak..dun..dun".  Kira-kira demikianlah bunyi gendang yang ditabuh. Ketika Tambua dimainkan, saat ini diselingi dengan liukan lengking suara seruling. Yang menghadirkan irama dan dendang yang mengagumkan.

Semasa kecil, irama Tambua ini sering saya ikuti dengan bernyanyi bersama teman sepermainan, " Cubadak..kantang..ramuna..ramuna.." kami menyanyikan sambil bergoyang-goyang disamping tukang Tambua.

Kegiatan tukang Tambua ini juga sering saya ikuti, saat mereka jeda beraksi, misal saat mereka menghangatkan kulit Tambur di dekat api unggun. Agar kulit Tambur tegang dan mengeluarkan bunyi yang bagus.

Suguhan tukang tambua ditempat baralek nyaris lapuk ditelan zaman, kini sangat jarang irama Tambua muncul di acara pesta baralek di kampung saya, rata-rata tuan rumah baralek cendrung mengisi acara kesenian dengan organ tunggal, yang ada biduannya. Alasannya sederhana, tanpa organ tunggal 'Alek' akan lengang.

Lalu Bagaimana nasib Tambur?

Menurut pandangan awam saya, kesenian daerah Tambua ini, kesulitan dalam berinovasi, dari sejak saya kecil hingga sampai saat ini, kurang lebih 25 tahun, hanya seruling yang bertambah. Idealnya, sudah ada pengembangan menyesuaikan kebutuhan zaman.

Pemain (tukang ) Tambua misalnya, terlihat tua, dan tidak berpenampilan menarik, konten yang disuguhkan juga tidak mengadopsi perkembangan musik yang disukai. Idealnya pelaku seni dibidang ini mengkombinasikan dengan alat musik lainnya, serta melibatkan biduan muda, terutama wanita.

Akhirnya, tidak bisa disesali organ tunggal merajalela di setiap acara baralek di kampung saya, Sungai Geringging. Dan, tukang Tambua tersisih, lapuk dimakan zaman.

Posting Komentar untuk " ' Tambua' Pariaman Mulai Lapuk di Makan Zaman"