Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bagaimana sebaiknya pengelolaan RSUD ? Pasca Lahirnya UU Pemda No 23 Tahun 2014

Medianers ~ Pada tanggal 12 April 2016 moneter.co.id melansir, bahwa segenap pengurus Asosiasi Rumah Sakit Daerah (ARSADA) mengadu kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla terkait perubahan struktur organisasi RSUD sebagai dampak lahirnya UU Pemda no 23 tahun 2014.

Pengurus ARSADA berpendapat, jika UU tersebut diberlakukan akan terjadi penurunan kinerja Rumah Sakit Daerah akibat dari pengurangan struktur RSUD.

Lahirnya UU Pemda no 23 tahun 2014 merubah secara drastis status organisasi RSUD yang biasanya sebagai Lembaga Teknis Daerah (LTD) menjadi Unit Pelaksana Teknis (UPT).

Biasanya, direktur utama RSUD bertanggung jawab langsung kepada kepala daerah, sekarang dengan lahirnya UU pemda no 23 tahun 2014 maka direktur utama bertanggung jawab kepada kepala dinas kesehatan.

Ya. RSUD akan menjadi Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan. Secara struktur organisai, RSUD akan menjadi setingkat Puskesmas, tidak ada lagi yang namanya direktur utama, direktur keuangan, dan direktur pelayanan, apalagi Kabag dan Kabid, yang ada hanya Kepala Rumah Sakit. Nyaris SDM struktural yang ada di jadikan fungsional, dan jabatan eselon di pangkas.

Rumah sakit telah menikmati status sebagai Badan Layanan Umum (BLU), yang mana manajemen Rumah sakit dipercaya secara mandiri mengelola keuangan untuk mencukupi kebutuhan berdasarkan perencanaan dan penganggaran.

Dengan lahirnya Undang-Undang Pemda Nomor 23 Tahun 2014 otomatis kemandirian RSUD tidak lagi seperti sebelumnya, perencanaan dan penganggaran melalui dinas kesehatan.

Bagaimana sebaiknya pengelolaan RSUD ?

Menurut Suprijanto Rijadi, dosen Fakultas Kesehatan Masyarat UI, alternatif pengelolaan RSUD sebaiknya menjadi Dinas RSUD dibawah Gubernur atau Bupati/Walikota, tetapi status ini akan bertentangan dengan bunyi UU Pemda Nomor 23 Tahun 2014 pasal 217 yang menyatakan bahwa Dinas dibentuk untuk melaksanakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.

Alternatif lainnya ialah menjadikan RSUD sebagai BLUD Otonom dibawah Pemda Provinsi atau Pemda Kabupaten/Kota, namun karena status ini tidak termasuk dalam nomenklatur Perangkat Daerah dalam UU Pemda maka jabatan Direktur RSUD tidak mempunyai eselonering lagi, dan murni sebagai pengelola BLUD RSUD, dengan kata lain menjadi Manajer Profesional.

Artinya, pendapat dari Suprijanto Rijadi adalah alternatif pengelolaan Rumah Sakit Daerah jika diperkenankan, maka alternatif pertama yaitu RSUD dijadikan dinas sendiri bernama Dinas RSUD, dan alternatif kedua sebagai BLUD Otonom. Namun, mungkinkankah itu bisa dilaksanakan?Sepertinya, mustahil jika Undang-Undang tidak mengatur akan hal itu.

Akan tetapi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tidak mengatur secara detail bagaimana komposisi struktur dan pengelolaan RSUD, mungkin ada kesempatan bagi ARSADA sambil menunggu turunan Undang-undang tersebut agar bisa dijadikan BLUD otonom atau RSUD dikembalikan saja ke pusat menjadi UPT-nya Kemenkes.(AW)