Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Suntik Mati Saya (Bagian 4)

Cerbung, Medianers ~ Perasaan bahagia masih mengiang di jiwa Anita, karena mendapat 'surprise' di hari ulang tahun ke-25 dari Hanny, mantan pasien yang pernah ia rawat beberapa minggu lalu di kamar 9, ruangan Kenanga. Anita juga telah memberikan nomor teleponnya kepada Sultan setelah potong kue. Kini Anita merasa lega telah melewati rangkaian tugas 'berat' di rumah sakit.

Tiba waktu nan dinantikan, yakni operan dinas dengan shift malam. Operan dinas merupakan rutinitas wajib dilakukan perawat setiap pergantian shift dinas, antara petugas pagi dengan petugas siang, dan petugas siang dengan perawat shift malam.

Setelah operan, Anita bergegas pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, Anita melepaskan pakaian dinas, dan membersihkan badan di kamar mandi. Ia khawatir kuman atau penyakit yang menempel di kulit saat shift siang bisa membahayakan kesehatannya. Aktifitas demikian telah dijalani Anita sejak masih mahasiswa. Setelah pulang praktek klinik keperawatan di rumah sakit, dia selalu mandi. Selesai membersihkan tubuh, ia baru melanjutkan aktifitas lainnya.

Malam ini, seusai mandi, Anita tidak kemana-mana. Hanya merebahkan tubuh di atas ranjang untuk memulihkan stamina, serta mengistirahatkan otot dan anggota tubuh yang terasa pegal-pegal. Sebab saat shift siang, 20 tempat tidur di ruangan Kenanga terisi penuh oleh pasien. Sementara dia hanya berdua saja dengan perawat senior yang merawat.

Di ruang pemulihan (recovery room) sangat menguras energi. Pasien pascapembedahan butuh pengawasan tanda-tanda vital secara ekstra. Kemudian di kamar 3, juga ada sedikit masalah. Pasien trauma kepala karena kecelakaan yang masuk 2 hari lalu, mengalami penurunan kesadaran, dan disorientasi waktu dan tempat.

Ia bersorak- sorai, bicara tidak karuan, serta meronta-ronta ingin mencabut selang infus. Sehingga menganggu kenyamanan pasien lain. Keluarganya merasa takut, dan tiap sebentar memanggil perawat, menanyakan kondisi pasien yang berubah, menjadi abnormal. Keluarga minta diberikan lagi obat paten agar cepat siuman.
jarum suntik
Jarum suntik / Ilustrasi by Canva

Di kamar 5 juga ada keluhan. Keluarga pasien yang baru masuk marah-marah, karena pendingin ruangan rusak. Keluarga minta pindah kamar. Namun, kamar lain tidak ada yang kosong. Semua terisi penuh. Yang kosong hanya ruangan isolasi.

Ruangan isolasi digunakan untuk penderita penyakit infeksi dan menular. Tapi, keluarga tidak percaya. Malahan mengancam Anita dan perawat yang bertugas akan dilaporkan ke walikota, dan akan dikorankan, karena telah mempersulit masyarakat untuk mendapatkan pelayanan terbaik.

" Rumah sakit sampah apa ini, panas dan kotor. Ingat ya, jika keluarga Saya tidak dipindahkan ke kamar yang disana, atau ke ruangan lain segera, yang ada AC-nya. Maka kalian, akan Saya laporkan ke walikota. Atau kalian ingin saya korankan," demikian hardik keluarga meluapkan amarah, yang tidak diketahui namanya oleh Anita. Namun, peristiwa itu belum bisa ia lupakan.

Semua persoalan, mampu diatasi Anita dengan mengurut dada. Ia tidak bisa melawan, apa lagi mengeluh. Anita hanya berharap, pasien patuh menjalani perawatan dan pengobatan, serta lekas sembuh. Sebab, Anita sangat paham, pasien dan keluarga di rumah sakit dalam keadaan panik.

Situasi bisa mencekam, tergantung dari tiap individu dan keluarga yang sedang dirawat. Terkadang ada yang sangat baik, ada yang cuek, dan ada pula menyebalkan. Kondisi demikian, dimanapun ada. Baik di rumah sakit, maupun di pelayanan publik lainnya.

Menjelang terlelap, di atas tempat tidur, ada yang mengganjar dipikiran Anita. Yaitu, mengapa oknum suka mendahulukan amarah dalam penyelesaian masalah? Juga, mengapa saat sakit, sebagian orang ingin mengakhiri hidup dengan segera. Seperti minta suntik mati. Dan, ada juga yang tidak sabar ingin cepat sembuh dengan meminta petugas memberikan pengobatan di luar logika.

"Ah. Ini mungkin, hanya perasaan negatif saya, saja," lirih Anita, yang berusaha bersikap positif dalam hati. Lalu, ia mengirimkan doa untuk kesembuhan semua pasiennya yang sedang di rawat. Serta menengadahkan kedua telapak tangan, mengirimkan doa, hingga Anita terlelap pulas. Setelah itu, ada panggilan masuk, telepon dari Sultan. Namun, Anita tetap tertidur indah. (Anton Wijaya)