Kaderisasi Kepemimpinan Ditubuh PPNI
Hari ini, dan kemungkinan seterusnya, menjadi ketua DPW-PPNI dan DPP-PPNI terlihat menggiurkan. Karena dapat meningkatkan personal branding menuju tokoh nasional. Seperti Dr. Edy Wuryanto, SKp., M.Kep, ketua DPW-PPNI Jawa Tengah misalnya, sukses mendapat dukungan dari anggota PPNI dan dari berbagai elemen masyarakat, sehingga beliau lolos ke Senayan menjadi anggota DPR-RI Komisi IX.
Langkah Edy Wuryanto, selanjutnya disingkat EW, patut diacungi jempol. Beliau membuka jalan, juga sosok perintis hingga perawat bisa ke Senayan. Decak kagum kepada beliau banyak dialamatkan oleh perawat Indonesia, termasuk penulis sendiri. Namun ketika EW diapungkan menjadi bakal calon ketua umum DPP-PPNI pada Munas Bali 2020 mendatang, membuat penulis mengerinyitkan dahi.
Hemat penulis, sepantasnya, EW didukung menuntaskan janjinya semasa kampanye. Dan sangat penting, EW melakukan regenerasi dan kaderisasi di tubuh PPNI. Karena ia contoh teladan yang baik bagi perawat, mampu melisensi diri menjadi tokoh nasional. Seandainya diseret kembali mencalonkan diri sebagai ketum DPP- PPNI, maka sama saja langkah mundur. Sepatutnya beliau di level pembina PPNI.
![]() |
Ilustrasi oleh Canva. |
Barangkali pembaca menilai maksud dan tujuan penulis arahnya kemana? Apakah melarang EW untuk diapungkan, atau mendukung kembali incumbent, Harif Fadhillah untuk dua priode memimpin DPP-PPNI? Mungkin demikian. Sebetulnya tidak, dalam negara demokrasi kita boleh mengemukakan pendapat demi menuju Indonesia maju.
Sebetulnya, penulis ingin memberikan pujian kepada Harif Fadhilah, seterusnya disingkat HF. Karena beliau telah lama mengabdikan diri di DPP-PPNI. Dia pernah jadi sekretaris umum dan saat ini masih ketum PPNI. Sebagai anggota, penulis patut berterima kasih kepadanya, karena telah lama mendedikasikan diri demi kejayaan profesi perawat.
Bahkan, penulis juga sangat mendukung HF melakukan regenerasi dan kaderisasi di tubuh PPNI. Munculkan pemimpin baru di DPP-PPNI. Serta mulai melirik posisi strategis di kancah nasional. Ketika HF beserta rombongan melakukan pertemuan dengan presiden Jokowi di Istana, serta kedatangan Menkes, dokter Terawan ke Graha PPNI didampingi EW. Patut diapresiasi. Sepantasnya, tidak dicemooh. Apa lagi dibenturkan antara HF dan EW dalam rangka pencitraan menuju kursi 1 DPP-PPNI tahun 2020.
Idealnya, HF dan EW saling bersinergi. Mayoritas tokoh nasional lahir dari organisasi profesi, maupun dari organisasi sosial kemasyarakatan. Dari organisasi profesi contohnya adalah dokter Fachmi Idris. Beliau pernah menjabat ketua umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI, 2006-2009). Saat ini sebagai direktur BPJS Kesehatan. Dan, masih banyak contoh pemimpin nasional lahir dari organisasi profesi maupun dari organisasi sosial kemasyarakatan yang tidak perlu dituliskan satu-persatu di sini.
Pertanyaannya, apakah perawat tidak rindu, sejawatnya juga seperti itu? Menjadi pemimpin di negri ini? Bukan sebatas pemimpin organisasi profesi saja. Tapi, lahir dari organisasi profesi menjadi direktur salah satu perusahaan BUMN atau bahkan menjadi mentri kesehatan suatu saat nanti. Untuk itu, saatnya HF menuju itu, dan melakukan regenerasi serta kaderisasi. Mulailah melirik potensi di luar PPNI. (Anton Wijaya)
Baca juga : Pemilihan Ketua PPNI Diiringi Kekecewaan dan Tangisan