Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pembimbing bingung, mahasiswa linglung, Kapan perawat bisa maju?

Pembimbing mahasiswa keperawatan di Rumah Sakit Umum tipe C milik daerah (Rumah Sakit non pendidikan) perlu dievaluasi akuntabilitasnya oleh pihak kampus dan pihak Rumah Sakit, terutama oleh Kepala Bidang Keperawatan.

Sebab, sepanjang pengamatan Medianers, mahasiswa Keperawatan yang sedang menjalankan praktek klinik keperawatan, hampir tidak mendapatkan pencapaian kompetensi sebagaimana yang ditargetkan sesuai standar pendidikan profesi keperawatan. Seperti, mahasiswa tidak diajarkan praktek langsung ke klien tentang Anamnesa dan pengkajian fisik. Seperti Auskultasi, Perkusi dan Palpasi.

Kemudian, laporan Asuhan Keperawatan yang telah dibuat mahasiswa, tidak di evaluasi langsung, apakah benar mahasiswa menjalankan intervensi keperawatan pada klien atau tidak. Kecendrungan pembimbing menilai diatas kertas, membolak-balik laporan dan memberi pertanyaan pada mahasiswa. Tidak ubahnya seperti interview yang menilai pengetahuan, bukan menilai penguasaan teori yang dibarengi ketrampilan mahasiswa dalam bertindak.

Pengkajian pada klien merupakan pondasi dasar dalam menjalankan Asuhan Keperawatan. Realita yang Medianers temukan dilahan praktek, mahasiswa keperawatan lebih senang mendapatkan data sekunder dari file klien ( Status kesehatan pasien dalam sebuah map ). Otomatis akan di copy paste oleh mahasiswa, yang akhirnya mereka enggan untuk mengkaji langsung ke klien.

Medianers pernah bertanya pada salah seorang mahasiswa yang praktek di RSUD dr Adnaan WD." Dinda, punya stetoskop? mahasiswa tersebut menjawab tidak punya. Medianers mengamati sejak tahun 2007 hingga tulisan ini diterbitkan, mahasiswa Keperawatan yang praktek di RSUD dr Adnaan WD miskin dengan perkakas, baik alat pemeriksaan fisik, maupun buku referensi. Ketika ditanya lagi, mereka sebenarnya punya alat pemeriksaan fisik dan punya buku, tapi malu membawa ke lahan praktek. Bagi saya sesuatu yang aneh untuk di analisa. Stetoskop itu wajib dimiliki oleh calon perawat, stetoskop itu ibarat pulpen, kalau mau belajar di kelas, tanpa pulpen dengan apa seorang murid menulis. Jika tidak menulis, apa yang akan ia dapatkan.

Kegemaran dari mahasiswa Keperawatan dilahan praktek adalah menunggu untuk diperintah oleh senior. Jika tidak ada lagi perintah, lebih gandrung ngalor ngidul atau mengerjakan sesuatu yang tidak berhubungan dengan pencapaian kompetensi.

Dari sekian mahasiswa keperawatan yang pernah ditemui di lahan praktek, beberapa orang ada yang kritis. Sebagai pengalaman, mahasiswa bertanya saat operasi kebidanan, tepatnya saat penjahitan subkutis pada abdomen, kak dimana letak lemak Adiposa itu? Eh seniornya malah tidak menjawab dan menutupi kekuranganya dengan memarahi si mahasiswa. Akhirnya, si mahasiswa jadi takut dan tidak mau lagi bertanya. Jika terus dituliskan tentang keburukan dilahan praktek, tentu ibarat menepuk air diatas dulang, yang akan basah muka saya juga.

Kritikan ini untuk perbaikan, sebab Profesi Keperawatan sejak 20 tahun terakhir menuju perubahan yang lebih baik, hendaknya sistim terus berjalan, oknum (senior) yang bobrok perlu dibina oleh Bidang Keperawatan yang berwenang, agar calon perawat yang akan lahir lebih berkompeten berkat bimbingan yang benar oleh senior di Rumah Sakit.