Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PPNI Butuh Pemimpin Negosiator

Medianers ~ Musyawarah Nasional (Munas), Persatuan Perawat Nasional Indonesia, (PPNI) akan berlangsung di Bali tahun 2020 mendatang.  Jelang hari 'H' suasana 'panas' mulai terasa di media sosial. Kampanye negatif tak terelakan, juga pencitraan bermunculan di beranda grup media sosial.

Segelintir anggota grup mencuatkan beberapa nama, dengan menggelar polling kecil-kecilan. Ada beberapa tokoh cukup dikenal dan populer, termasuk incumbent juga dalam lingkaran polling. Meski hal itu dilakukan secara amatiran, setidaknya telah memberi gambaran tentang siapa yang bakal maju mencalonkan diri nantinya.

Dewasa ini, mengurus PPNI bukanlah perkara gampang. Banyak persoalan yang sedang dihadapi. Terutama tentang kesejahteraan anggota. Masih banyak digaji di bawah UMR, bahkan tidak menerima gaji. Sementara anggota butuh dana untuk selalu mengupgrade ilmu untuk mendapatkan atau perpanjangan STR. Tanpa STR, artinya sama saja berhenti jadi perawat di pelayanan kesehatan.

Munas-PPNI-Bali
Ilustrasi oleh Canva

Amanah Undang- Undang Keperawatan juga dianggap masih belum tuntas. Yakni Konsil Keperawatan hingga saat ini belum terbentuk. Termasuk bergaining PPNI dianggap masih 'lemah' ketika anggota butuh bantuan mengatasi konflik atau masalah di lapangan. Dan, masih banyak 'PR' tertumpu dipundak calon penerus ketua umum PPNI nantinya.

Untuk menjawab itu, PPNI membutuhkan pemimpin negosiator dan independen, yang mampu mengkomunikasikan kepentingan organisasi dengan pembuat kebijakan, (eksekutif dan legislatif). Idealnya, negosiator adalah orang yang lincah bernegosiasi. Memahami keluhan anggota, dan mampu bersuara kepada pemerintah dan ke dewan perwakilan rakyat demi mencapai tujuan.

Apa bila calon ketum PPNI berada dalam sistim eksekutif atau legislatif, maka kemungkinan kepentingan satu dengan lainnya akan berbenturan, dalam rangka mengambil kebijakan. Bisa saja kepentingan organisasi terabaikan. Potensi berbenturan dengan kepentingan lembaga yang sedang ia naungi sangat mungkin terjadi.  Lalu, bagaimana calon ketum akan bersuara atau memperjuangkan nasib anggota?

Pendapat penulis, calon ketum PPNI priode tahun (2020-2025) yang perlu didukung adalah, seseorang yang mampu bernegosiasi dan memiliki jiwa independen, tak terikat oleh pemerintah. Tetapi, seorang yang mampu menjembatani kepentingan organisasi dengan pemerintah, dan wakil rakyat. Agar roda organisasi berjalan alami sebagaimana mestinya. (Anton Wijaya)
Baca juga : Kaderisasi Kepemimpinan Ditubuh PPNI