Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tubektomi Pada Penderita Gangguan Jiwa

Medianers ~ Artikel saya dengan judul "Tubektomi Kontrasepsi Permanen Pada Wanita" di komentari oleh Dores Any Kartika. Dalam komentarnya, ia membutuhkan rekomendasi Psikiater untuk pelaksanaan tindakan tubektomi pada penderita Skizofrenia (gangguan jiwa).

Halo, apakah ada dokter psikiater yang bersedia memberikan surat rekomendasi pelaksanaan tubektomi terhadap penderita skizofrenia berusia 38 tahun, mohon bantuannya. terima kasih.

Di artikel yang membahas tentang Tubektomi itu, komentar Dores Any Kartika sengaja tidak saya jawab, tujuannya untuk di bahas dalam satu postingan terpisah di Medianers.

Sebelum memberikan pendapat mengenai rekomendasi untuk dilakukan tubektomi pada wanita usia 38 tahun menderita Skizofrenia, ada baiknya saya share dulu pengalaman saat bertugas di Kamar Operasi.

Saya pernah jadi asisten dokter kebidanan melakukan tindakan sectio caesaria 2 kali pada penderita Skizofrenia tak terurus. Sebut saja namanya Mawar. Mawar hamil tanpa suami, ia menjerit- jerit di ruangan kebidanan menahan sakit.

Kondisi demikian, sulit bagi Bidan meng-anamnesa, serta menolong persalinan secara manual. Hasil konsultasi dengan dokter kebidanan, pasien tersebut di anjurkan operasi seksio caesaria. Dan, anaknya pun lahir dengan selamat di Kamar Operasi.

Selang beberapa tahun kemudian, Mawar masuk lagi ke rumah sakit dengan keluhan yang sama menjerit-jerit kesakitan karena hamil. Bidan, Dokter, Perawat Kamar Operasi dan petugas Rumah Sakit mulai keheranan, tanpa suami kok bisa hamil lagi? dan ada juga teman saya berseloroh," Ini bukan gila namanya, masih tau yang enak" selorohnya sambil ketawa.

Pendapat saya, mungkin pasien tersebut tidak terurus, bebas kemana-mana, maka jadi peluang oleh preman yang tak tau sopan santun, orang gangguan jiwa tetap di jadikan bagaikan "pungguk merindukan bulan." Kesucian Mawar di begal tak manusiawi hingga melahirkan anak. Mungkin, preman yang membegal "mahkota" Mawar juga setengah gila.

Pada operasi ke dua, setelah anaknya lahir dengan selamat Mawar dengan terpaksa dilakukan tindakan Tubektomi agar ia tidak hamil lagi. Kasihan, siapa yang akan mengurus anaknya, sedangkan Mawar sendiri tidak ada yang mengurus.

Kembali pada komentar Dores Any Kartika, terlepas mau atau tidaknya Psikiater memberikan rekomendasi untuk dilakukan tindakan Tubektomi pada penderita skizofrenia sebaiknya pertimbangkan dulu matang-matang.

Pandangan saya, seandainya penderita yang dimaksud tidak mengalami seperti yang dialami Mawar, sebaiknya dilakukan tindakan lain, seperti pasang IUD atau alat kontrasepsi lainnya. Sebab, kemungkinan ia sembuh sangat terbuka lebar, bebas dari penyakit skizofrenia.

Dilihat dari usia memang tidak beberapa tahun lagi mulai tidak produktif, namun jika dalam 1 atau 2 tahun bisa sembuh dan ingin punya anak, tentunya sangat rugi, apa lagi telah dilakukan tindakan Tubektomi permanen.

Pertanyaan balik, apakah ia sudah menikah dan punya suami? Dan, apakah ia sudah punya anak? Jika sudah punya suami, maka izin tindakan Tubektomi berada pada persetujuan suaminya, bukan Psikiater.

Jika belum punya anak dan masih gadis, maka perlu pertimbangan matang untuk dilakukan tindakan Tubektomi, kecuali ia mengalami kasus seperti yang di alami Mawar. Mungkin itu yang dapat saya tanggapi, dan terima kasih telah berkunjung ke Medianers dan mohon maaf keterlambatan saya menanggapi.(Anton Wijaya/ Ilustrasi : alana.io)