Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Apakah Dokter Bedah Umum Bisa Melakukan Tindakan Sectio Caesaria (SC)?

Medianers ~ Botol infus yang tergantung terus bergoyang, pertanda masih ada gempa susulan (tremor), namun tim bedah yang ada dalam kamar operasi tidak menghiraukan, mereka asyik melakukan tindakan pembedahan.

Informasi bidan via telpon dari ruang kebidanan seakan membuat semua orang yang ada di Kamar operasi sulit mengambil keputusan, sebab seorang ibu hamil akan melahirkan bayi, tetapi tidak bisa ditolong secara normal oleh bidan, karena jalan lahir dihambat oleh plasenta (plasenta previa), kira-kira demikian yang disampaikan oleh kepala ruangan kamar operasi kepada tim bedah yang sedang melakukan debridement pada pasien korban gempa.

Perlu diketahui, tindakan plasenta previa adalah kompetensinya dokter ahli kebidanan, sementara malam itu yang ada di RSUD Pariaman hanya dokter bedah umum. Dokter kebidanan setempat terjebak di kota Padang akibat gempa dahsyat.

Pilihan lain tidak memungkinkan pasien dirujuk ke Rumah Sakit lain, seperti Kota Padang, Bukittinggi dan Lubuk Basung, sebab kota padang dan lubuk basung juga lumpuh akibat gempa, sementara Bukittinggi terlalu jauh, resiko tinggi jika pasien perdarahan pervaginam dirujuk.

Rumit ! Dan dilematis, demikianlah situasi saat itu, yang jelas pasien wajib ditolong, dan janin dalam kandungan harus diselamatkan, demikian juga si ibu hamil.

Akhirnya, melalui pertimbangan matang, pasien hamil dengan Plasenta previa itu direncanakan dilakukan tindakan pembedahan (sectio caesaria) di kamar operasi. Dokter bedah umum mengambil alih peran dokter kebidanan, keputusan demikian diambil atas persetujuan lisan dokter kebidanan melalui telpon selular.

Apakah dokter bedah umum bisa melakukan tindakan Sectio Caesaria (SC)?

Secara konsep pasti bisa, karena dokter bedah sesuai gelarnya, ahli dalam melakukan pembedahan, namun praktisnya operasi Sectio Caesaria bukanlah "gawean" dokter bedah umum, namun prinsip kerjanya ia memahami, tapi tidak menguasai sistematisnya.

Lalu, bagaimana dokter bedah akan memulai? Apanya yang akan di sayat duluan dan bagaimana urutan kerjanya, bagaimana cara mengeluarkan janin di dinding perut? Dan, apakah legal dokter bedah melakukan tindakan demikian?

Pada daerah terkena bencana, petugas kesehatan wajib melakukan tindakan pertolongan, meskipun tindakan invasif yang dilakukan diluar kewenangannya. Demi menyelamatkan nyawa manusia, sekalipun petugas kesehatan tidak berhasil, ia tidak akan dituntut oleh hukum, karena undang-undang telah mengatur akan hal Itu.

Dokter bedah yang akan melakukan tindakan SC, sangat menyadari bahwa Perawat Kamar Operasi pasti bisa, pasti tau, dan pasti paham cara kerja tindakan Sectio Caesaria. Dan, tanpa malu, merendahkan 'gengsi' dr.Agus Supriadi, Sp.B meminta dengan pernyataan terbuka kepada Perawat senior kamar operasi RSUD Pariaman, sekaligus sebagai kepala ruangan yang bertindak sebagai assisten saat itu, " Tolong tunjukan saya apa yang harus dimulai dan apa langkah-langkah operasi SC ini Uni." Ucapnya.

Dengan membuang beban, tekanan, serta rasa grogi dokter bedah pemberani tersebut yang di dampingi 2 orang Perawat assisten senior di kamar bedah, lancar melakukan tindakan SC, ia tidak malu dituntun dan diarahkan oleh Perawat senior, ditunjukan cara SC. Akhirnya, sang ibu mendapatkan bayi  lahir dengan selamat, dan perdarahan teratasi.

Bidan yang bertugas, ketika menjemput pasien ke Kamar operasi, mengucapkan terima kasih kepada tim, demikian juga dokter kebidanan merasa berhutang budi, dan sungkan berkali-kali mengucapkan terima kasih lewat telpon kepada dokter bedah umum dan tim, karena telah memikul tanggung jawabnya.

Mungkin, di daerah lain, pada situasi yang berbeda, bisa saja dokter kebidanan melakukan tindakan appendiktomi, yaitu operasi pemotongan dan pengangkatan usus buntu yang meradang. Maknanya, meskipun dokter ahli telah mempunyai kekhususan, pada suatu saat, terdesak, akan dipaksa, dituntut mampu, bisa melakukan tindakan invasif diluar kompetensinya, demikian juga dengan Perawat, Bidan dan tenaga kesehatan lainnya, demi satu hal, yakni demi kemanusiaan.

Cerita ini saya tuliskan tidak bermaksud pamer. Dan, pengalaman di atas juga tidak mengada-ada, benar-benar penulis lihat dan alami, silahkan simak tulisan sebelumnya di Mengenang tragedi gempa dahsyat Sumatera Barat ( part 2) dan Part 1 . Meskipun telat posting, tulisan ini merupakan sambungan dari tulisan sebelumnya sesuai janji penulis.(AW)