Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengintip Peluang Ekonomi Pengembangan Wisata Medis Di Payakumbuh

Medianers ~ Awal tahun ini (2016) teman saya studi banding ke salah satu RSUD luar propinsi, sepulangnya studi banding, ia penuh rasa 'wah' menceritakan bahwa RSUD yang ia kunjungi memiliki swalayan sekelas mall (pusat belanja) yang bersih, sejuk dan nyaman. Mall yang ia maksud terletak di pront terdepan menjelang masuk poliklinik.

Maknanya apa? Ternyata Rumah sakit milik pemerintah daerah propinsi tetangga tidak melulu bergerak di sektor sosial, yang murni menangani kesehatan masyarakat, tapi melebihi itu, ada peluang bisnis dan ekonomi yang besar di dalamnya patut diberdayakan.

Hal lain, sebagai peluang bisnis menurut penulis, sebagai sumber pemasukan rumah sakit bisa melalui, memberi peluang pada perusahaan untuk menampilkan produknya di banner digital atau space iklan yang telah disediakan pihak rumah sakit. Insha Allah, sewa tempat, sudah bisa untuk membayar biaya listrik rumah sakit bersangkutan. Bahkan penghasilan dari iklan bisa melebihi itu. Seperti halnya yang telah diterapkan di bandara -bandara internasional.

Google, yahoo, twitter, facebook dan situs media sosial lainnya dapat penghasilan hanya dari iklan. Pemerintah baru menyadari dan akan mengenakan pajak bagi perusahaan internet raksasa tersebut.

Kenapa bisa menghasilkan uang? Karena banyak dikunjungi orang. Prinsipnya, tempat keramaian adalah tempat paling efektif untuk berpromosi. Semakin banyak suatu produk ditemui, maka semakin populer lah produk tersebut. Jika populer, akan berdampak pada omset perusahaan, logikanya demikian.

Sementara poliklinik Rumah Sakit, saban hari juga dikunjungi oleh banyak orang. Lalu kenapa tidak bisa diterapkan? Dalam hal ini produk kesehatan pasti tertarik untuk menampilkan dagangannya. Pihak rumah sakit hanya menyeleksi produk yang akan ditampilkan sesuai dengan visi rumah sakit dan tidak melanggar aturan yang ada.

Kembali membahas sisi bisnis di rumah sakit. Jangan munafik, bahwa rumah sakit berorientasi pada kesehatan semata. Sebab kenapa ada target pendapatan tiap tahun selalu ditingkatkan? Nah, jika punya target pendapatan maka setiap sisi peluang bisnis yang ada di rumah sakit harus diberdayakan. Setiap ada peluang bisnis, disitu juga ada pajak yang bisa meningkatkan pendapatan daerah.

Potensi Pendapatan di sektor kesehatan lainnya yang bisa diberdayakan di Payakumbuh

Coba anda tanya kenapa orang Indonesia bangga sekali berobat ke Malaka atau Singapura? Dan, melebih-lebihkan yang tidak semestinya. Di banding berobat di negara sendiri.

Saat berobat di Indonesia, cendrung menggunakan kartu asuransi kesehatan yang dikelola pemerintah, sementara saat berobat keluar negri, oknum siap menggadaikan harta benda, bahkan menjual tanah, mobil atau rumahnya demi mendapatkan pelayanan kesehatan yang bagus menurut persepsinya. Coba tanya kenapa?

Malaysia dan Singapura sukses meraup keuntungan dari sektor kesehatan ini, bahkan Thailand pun terinspirasi mengembangkan sektor kesehatan di negaranya, dengan unggulan bedah plastik dan operasi ganti kelamin, thailand mampu menyaingi korea selatan, pasien dari australia pun banyak memilih Thailand, selain murah, juga didukung oleh pariwisatanya yang menawan.

Terkait: Mengintip Pariwisata Medis, Indonesia Pasien "Manis" 3 Negara Tetangga

Pertanyaanya kenapa Indonesia jadi konsumen? Apakah pelayanan medis (tindakan dokter dan perawat) disana lebih unggul dibanding tenaga kesehatan Indonesia? Ternyata tidak, banyak sekali dokter Malaysia tamatan UNAND, mereka banyak belajar ke Indonesia, dan banyak sekali negara lain memakai jasa Perawat Indonesia, timur tengah, jepang, korea selatan, bahkan negara Kangguru. Sebagai bukti, kualitas tenaga kesehatan indonesia bukan abal-abal. Tapi, kenapa pelayanan kesehatan mereka unggul, banyak warga Indonesia merindukan berobat ke negara tetangga?

Jawabnya simple karena mereka unggul di pelayanan, lebih maksimal dari pada di Indonesia. Konon kabar, setelah melakukan proses transaksi dengan perusahaan tour dan travel, calon pasien dari Indonesia tinggal beres, penginapan, jalan-jalan, berobat diperlakukan seperti raja. Pasien tidak lagi pontang-panting kesana-kemari. Tidak perlu bertanya dimana letak laboratorium, dimana letak apotik. Tapi, petugas menangani pasien 'manis' dari Indonesia pada unit khusus, dilayani bagaikan 'raja', cukup datang, duduk manis, tunggu hasil, dan siapkan uang sebanyak-banyaknya.

Apakah Pariwisata Medis bisa diterapkan di Payakumbuh?

Jawabannya jelas bisa. Payakumbuh daerah potensial, perlintasan berbagai kota/ kabupaten dan lintas propinsi. Bahkan, di RSUD dr Adnaan WD sendiri banyak sekali melayani pasien yang kadang-kala kekurangan ruang rawat inap, saking banyaknya kunjungan. Namun, tidak bisa memaksimalkan pendapatan dari pasien 'manis' dari sisi ekonomi.

Sementara pelayanan kesehatan swasta yang ada di Payakumbuh, banyak melayani pasien dari daerah tetangga, seperti di RSKIA Annisa dan RSKIA Sukma Bunda misalnya, pasiennya banyak dari daerah Batu sangkar, kabupaten tanah datar, Baso (Agam) dan dari kabupaten lima puluh kota. Kenapa? Karena unggul di pelayanan.

Fokus pengembangan pelayanan RSUD milik pemko payakumbuh, apakah bisa pelayanannya bagaikan pelayanan di rumah sakit Malaysia, singapura dan swasta? Tentunya bisa dengan dibuatnya regulasi, 'merajakan' pasien 'manis' daerah dan propinsi tetangga, bahkan dari luar negri.

Apa bentuk defenisi operasionalnya?

Pandangan penulis, tidak semua pasien ingin mendapatkan pelayanan murah, atau gratis, juga tidak ingin digabungkan dengan pasien lain. Ada kondisi dimana pasien yang ingin dilayani seperti 'raja' tidur diruangan senyaman hotel, tidak ingin membaur, tidak mau berurusan banyak, seperti mencari apotik, laboratorium, ruangan rongent, dll, yang dia inginkan tau beres, walaupun mengeluarkan biaya banyak tanpa klaim asuransi. Mereka tidak peduli, yang penting ia dilayani semaksimal mungkin.

Tanpa mengesampingkan pelayanan pasien lainnya, pasien 'manis' potensial di peruntukan bagi daerah tetangga dengan catatan membuat unit pelayanan khusus. Bukan VIP atau VVIP, tapi sebuah unit khusus di gedung terpisah, yang melayani pasien khusus dari daerah/ propinsi tetangga.

Pelayanan yang dimaksud seperti halnya pelayanan pariwisata medis, baik tenaga dokter dan perawat, juga tenaga kesehatan penunjang lainnya khusus melayani pasien 'manis' ini yang memahami tentang pariwisata selain ilmu medis. Promosi bisa melalui tour dan travel dan informasi lengkap paket pelayanan bisa di infokan melalui website.

Alam payakumbuh mendukung untuk itu. Hanya tinggal faktor pendukung dari pengambil kebijakan, semacam menerbitkan perwako (regulasi) dan membangun fasilitas (unit khusus layaknya hotel berbintang) serta menyiapkan SDM yang ramah, memiliki jiwa pelayan, punya kemampuan berbahasa internasional, dan mau membungkukkan badan menghormati setiap tamu medisnya.

Lambat laun, jika potensi ini telat di baca oleh pengambil kebijakan, maka pihak swasta akan merebutnya, bahkan pihak asing, sebagaimana kebijakan perekonomian Indonesia menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean.

Pertanyaannya, apakah Payakumbuh siap menerima pasien 'manis' dari daerah tetangga atau dari luar negri atau dari waktu ke waktu hanya jadi penonton di negri sendiri?