Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mahasiswa Perawat Perlu Uji Pasien Standar

Medianers ~ Mahasiswa diminta untuk menjelaskan pada penguji secara teoritis dan mempraktekanya pada boneka yang memiliki organ tubuh layaknya seperti manusia, waktu saya kuliah di Akademi Keperawatan boneka tersebut diberi nama Siponi.

Siponi diperlakukan layaknya seperti manusia, mahasiswa dituntut berkomunikasi dengan siponi. Kenyataanya boneka tersebut tidak bisa berbicara, maka terpaksalah mahasiswa berakting, dia yang bertanya dan beliau pula yang menjawab, seolah-olah menyampaikan isi hati dari Siponi.

Dapat saya contohkan, Mahasiswa ingin melakukan pemeriksaan fisik untuk mengetahui kerja paru-paru pasien, maka mahasiswa mengatakan "maaf pak, baju anda saya buka untuk mendengarkan bunyi pernafasan melalui stetoskop". Dan, mahasiswa pun menjawab sendiri " silahkan buk" begitu seterusnya, setiap mahasiswa ingin menanyakan sesuatu, maka ia pula yang akan menjawab sesuatu itu.

Cara praktek klinik mahasiswa keperawatan dimasa saya kuliah dulu, sangat berbeda jauh dengan yang diterapkan oleh mahasiswa Keperawatan di Universitas Maryland dalam belajar untuk mengatasi keluhan pasien, sebagaimana liputan Arick Simms yang dipublikasikan VOA (Voice Of America) dengan judul "Pasien Standar": Aktor yang Berperan Jadi Pasien untuk Latih Petugas Kesehatan.

Sebelum mahasiswa berinteraksi langsung dengan pasien beneran di Rumah Sakit, mereka dilatih dulu dengan "Pasien Standar". Pasien standar adalah orang sehat yang berakting sebagai pasien, ia memiliki kemampuan akting layaknya seperti penderita dan mampu beraksi sebagai pasien beneran.

Pasien standar tidak mutlak mengetahui tentang ilmu medis. Perguruan tinggi yang memakai jasanya memberikan pelatihan sebelum berakting. Ketika pasien standar berakting didepan mahasiswa dan mahasiswa mampu menanganinya dengan benar, maka penilaian tetap berada ditangan penguji bukan dari pasien standar.

Pengakuan Tom Wyatt kepada VOA adalah sebagai salah seorang aktor pasien standar harus ingat sejarah medis (perjalanan penyakit) orang yang mereka sedang mainkan dan mampu menjawab berbagai pertanyaan seolah-olah mereka benar-benar sakit.

Jika dibandingkan cara ujian praktek mahasiswa perawat di Amerika dengan yang ada di Indonesia, tentu lebih efektif apa yang telah dilakukan di Amerika. Mahasiswa perawat di Amerika tidak gugup lagi berhadapan dengan pasien beneran di Rumah Sakit saat praktek benaran, karena mereka telah dilatih dikampus dengan kasus akting seperti benaran.

Apa yang telah diterapkan negara maju demi menuju pendidikan yang berkualitas, tentunya patut dicontoh oleh negara berkembang, seperti fakultas ilmu keperawatan yang ada di Indonesia sehingga mampu melahirkan perawat yang kompeten dimasa akan datang.(AW)