Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Suntik Mati Saya (Bagian 5)

Cerbung, Medianers ~ "Terimalah cincin ini. Saya sangat siap menikahimu," ucap Sultan, sembari memasangkan cincin di jari manis Anita. "Saya menginginkanmu, dan mulai mencintaimu sejak pertemuan pertama kita di bangsal Kenanga. Saya mohon, menikahlah denganku," tambah Sultan, meyakinkan Anita.

Anita sejak memasuki masa remaja belum pernah merasakan pacaran. Tapi pernah dirayu oleh teman satu lokalnya ketika kelas 2 di Madrasah Aliyah Negeri (MAN). Setelah kuliah, dan praktek klinik keperawatan di rumah sakit, Anita juga sering digombal oleh keluarga pasien maupun pasien sendiri. Tapi semua itu tak digubrisnya, karena Anita tidak ingin pacaran.

Anita seakan bungkam. Membiarkan cincin terpasang di jarinya. Anita tidak mengeluarkan sepatah kata apapun. Anita hanya heran, mengapa Sultan menaruh hati padanya. "Ayo Anita, saya mohon terimalah niat suci ini. Saya mencintaimu," desak Sultan. Namun, Anita tidak memberi jawaban apa pun.

"Anita, saya mohon, jawablah. Saya sangat menginginkanmu. Saya janji tidak akan menyakitimu, dan akan selalu menjagamu," kata Sultan, meyakinkan Anita. Tapi, Anita tidak memberi respon apapun. Dan, Sultan merasa kewalahan bagaimana cara meyakinkan Anita. Lalu, mereka berdua terdiam sejenak.

"Saya siap membuktikan, apa saja yang kamu minta, akan saya kabulkan. Tolonglah Anita, beri saya jawaban," ujar Sultan mengemis cinta pada Anita. Wajah Sultan mulai berubah, antara sedih dan kecewa. Ia khawatir Anita akan menolak cintanya. "Anita, apakah saya harus menangis dan merengek meminta jawaban darimu," tambah Sultan.
jarum suntik mati
Jarum suntik / Ilustrasi by Canva.

Anita hanya menggelengkan kepala. " Terus apa yang harus saya lakukan Anita, agar kamu percaya?" tanya Sultan. Anita kembali menggeleng- geleng, hanya demikian responnya. "Anita, saya benar -benar- benar mencintaimu," kata Sultan sambil memegang tangan Anita. Dan, Anita menolak, melepaskan genggaman tangan Sultan.

Mendapat reaksi demikian, Sultan semakin gelisah. Dia merasa malu dan kecewa, karena tidak bisa meyakinkan Anita. Tiba- tiba ayam jantan berkokok. Suara adzan subuh juga berkumandang dari masjid dekat rumahnya. "Ya, Allah, mengapa Sultan hadir dalam mimpiku," ungkap Anita dalam hati. Anita, pun bertanya-tanya, "apakah Sultan mencintaiku? Atau mimpi ini hanya sebagai penyedap tidur saja? Ah. Entahlah," demikian mengganjar di pikiran Anita setelah bangun tidur.

Anita kemudian pergi ke kamar mandi. Berwudhu untuk menunaikan sholat subuh. Sebagai penutup sholat, Anita mengirimkan doa kepada Allah, S.W.T. Dalam doanya, Anita berharap diberi pasangan satu profesi dengannya. Jika itu tidak bisa, maka ia menginginkan lelaki baik dan pengertian serta taat beribadah sebagai pendamping hidupnya. Setelah itu, Anita membuka layar gawai dan melihat panggilan tidak terjawab dari Sultan.

Ingin Anita menelpon balik. Namun, dia ragu, takut menganggu Sultan di pagi buta. Anita menaruh harapan, agar Sultan kembali menelpon. Berselang 1 jam, harapan Anita terkabulkan. Sultan kembali menelpon dan mengatakan pada Anita bahwa mamanya kembali sakit, dan mengurung diri di kamar. Tidak mau berbicara kepada siapa pun. Termasuk kepada Sultan, Hanny hanya membisu ketika diajak berbicara.

Sultan menceritakan, sudah sejak 3 hari yang lalu kondisi mamanya seperti itu. Sultan memohon bantuan Anita untuk mau datang ke rumah, berbicara dengan Hanny. Mendapat permintaan itu, Anita seakan diseret dalam kehidupan keluarga Sultan. Ia diminta bekerja diluar profesionalnya sebagai perawat di rumah sakit. Anita menghela nafas panjang, dan berusaha tenang mendengar penjelasan Sultan.(Anton Wijaya)