Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Suntik Mati Saya (Bagian 3)

Cerbung, Medianers ~ Gelap gulita nyaris disambut mentari. Suara ayam jantan terdengar lantang menyambut pagi. Anita sedang menengadahkan kedua telapak tangan, bersyukur atas kelancaran rezki. Usai menunaikan sholat subuh, Anita kembali membaringkan badan di atas kasur. Seketika, pikirannya menerawang ke Hanny, pasien yang pernah ia rawat 2 minggu nan lalu di ruangan Kenanga. Dalam hati, Anita berharap, Hanny diberi kesehatan dan dilimpahkan rahmat oleh Yang Maha Kuasa.

Hari ini, Anita shift siang, masuk dinas dari pukul 14.00 Wib hingga berakhir pukul 20.00 wib. Jadi, bisa sedikit berleha-leha di atas ranjang. Sekitar pukul 07.30 Wib, Anita tersentak, "Astagfirullah," katanya sambil mengusap wajah. Ternyata, Anita bermimpi, almarhum ibunya datang dan membelai rambut Anita. Mendapati hal itu, Anita terbangun dari tidurnya nan bersambung habis subuh. Namun, Anita terheran dan bertanya dalam hati, " mengapa ibu datang dalam mimpi?"

Berselang 5 menit, Anita mendapat telepon dari kepala ruangan (Karu) Kenanga. "Anita, bisa datang ke rumah sakit pagi ini," kata Karu, bernama Mimi. "Iya, ada apa buk?" jawab Anita. "Kamu kemarin dapat surat panggilan dari manajemen. Pagi ini disuruh menghadap ke kantor, " jelas Mimi. Mendengar itu, Anita deg-deg an, "wah apakah saya telah melakukan kesalahan," lirih Anita dalam hati. Meski penuh tanda tanya, Anita tetap bergegas menyiapkan segala keperluan menuju rumah sakit.

Setibanya di ruangan Kenanga. Anita kaget, ternyata Kepala Bidang (Kabid) Keperawatan, Andi Abraham dan Mimi bersama Sultan, anaknya pasien Hanny sudah berada dalam satu ruangan. Anita mengucapkan salam, sembari menyalami Andi, Mimi dan Sultan. "Silahkan duduk," kata Andi. " Langsung saja ke poin pembahasan ya. Begini Anita. Saya sengaja turun langsung menyelesaikan persoalan ini, tanpa dulu diselesaikan oleh kepala ruangan. Sebab, saudara Sultan melaporkan ke manajemen, terkait cincin berlian yang digunakan mamanya, hilang saat di rawat disini. Diduga, kamu yang paling banyak berinteraksi dengan pasien dan keluarga. Untuk itu, kami minta keterangan dari kamu," ulas Andi.

Suntik Mati Saya
Jarum suntik / ilustrasi by Canva.

Mendengar itu, Anita bagaikan disambar petir di siang hari. Tanpa ada mendung dan hujan, tiba-tiba saja dentuman keras menghantam kepalanya dengan persoalan diluar dugaan. " A a...Saya tidak pernah melihat ada cincin berlian pak. Saya tidak tahu," jawab Anita kebingungan. "Jujur saja, kita punya rekaman CCTV," sergah Andi. "Iya pak, benar. Sumpah, Saya tidak tahu. Saya tidak melihat ada cincin berlian tercecer. Berarti bapak menuduh saya?" tanya Anita. "Iya, saya yakin kamu mengetahuinya," tuduh Andi.

Tiba-tiba Sultan menyela, " begini saja pak Andi, biarkan kejadian ini diproses melalui jalur hukum. Pengacara kami siap untuk melaporkan ke pihak berwajib. Rumah Sakit ini akan kami tuntut, karena tidak bisa memberikan rasa aman dan nyaman," gertak Sultan. "Tu..tu..tunggu pak, ini bisa kita selesaikan secara kekeluargaan," kata Andi menengahi. "Saya beri waktu 3 hari, jika cincin berlian mama saya tidak dikembalikan, maka langkah hukum akan kami tempuh," ancam Sultan, sambil menepuk meja, lalu ia keluar ruangan tanpa pamit.

"Huh, buk Mimi, ini anggotamu bagaiamana sih? Gara-gara dia maling, kita kena getahnya," ucap Andi menuduh. "Ya, saya tidak tahu harus bagaimana pak," jawab Mimi. "Ayolah Anita. Kamu jujur saja, kembalikan cincin berlian itu, agar kamu selamat dari tuntutan hukum. Juga tidak dipecat dari rumah sakit ini," pinta Mimi. "Ya Allah. Sungguh buk, pak Andi, Saya tidak maling. Saya tidak melihat cincin berlian itu. Jika saya tau, pasti akan saya beritahukan kepada pemiliknya," jawab Anita.

Seketika raut wajah Anita berubah. Mata mulai sembab menahan tangis. Tuduhan dan fitnah yang dialamatkan kepadanya, tidak bisa diterima. Tidak satupun yang membelanya. Dia menjadi terdakwa dan dihakimi oleh orang-orang yang seharusnya membela beliau. "Sa..sa..saya siap menanggung resiko apa saja pak. Tapi, saya bukan maling. Pencuri cincin berlian yang dituduhkan itu," ujar Anita sambil terisak-isak menangis. Anita membela diri, namun tidak diacuhkan oleh pimpinan.

Tiba-tiba mata Anita ditutup oleh seseorang dari belakang, dan secara serentak orang-orang yang berada dalam ruangan bernyanyi bersama, " selamat ulang tahun, selamat ulang tahun, dan seterusnya," lalu penutup mata Anita dibuka pelan-pelan. Anita disuguhkan oleh Hanny, pasien yang pernah ia rawat kue ulang tahun. "Surprise," kata Hanny. "Oh, jantung saya hampir copot bu. Kenapa harus begini memberi kejutan," kata Anita sambil menyeka air mata. Semuanya ketawa mendengar kata Anita. Dan, Andi, Mimi, Sultan serta yang lainnya memberikan ucapan selamat ulang tahun kepada Anita.(Anton Wijaya)