Begini Jadinya, Salah Menilai Perawat Senior di Rumah Sakit
Medianers ~ Aku sedang asyik menyontek gambar jantung yang ada dalam buku anatomi. Gambar jantung ku lukis di atas karton putih, setiap titik dan sekat ada nama. Lukisan jantung yang ku buat akan di tempel di dinding kamar. Begitu caraku menghafal anatomi (peta tubuh manusia). Setiap akan tidur aku melihat gambar jantung, terasa mudah diingat bentuk , nama dan letaknya. Dibanding membaca buku. Setelah hafal, gambar yang ku buat selalu di ganti sesuai mata kuliah yang dipelajari.
Tok.tok..tok. Ada yang menggedor pintu kamar. Ternyata Pak Mus ( adik abak), selama kuliah aku tinggal di Rumah Pak Mus, di Pariaman. Saat aku persilahkan masuk, ia memintaku ke Rumah Sakit, membantu tetangga yang lagi kena musibah, kecelakaan di jalan raya. Motor korban di tabrak lari oleh mobil. Se-saat korban dibawa oleh warga ke Rumah Sakit. Pihak Rumah Sakit menelpon keluarga, yang kebetulan tetangga depan rumah kami.
Kejadian tabrakan menjelang adzan maghrib. Dapat kabar dari rumah sakit, sekitar 30 menit yang lalu. Korban kecelakaan yang akan aku kunjungi sebenarnya bukan keluarga tetanggaku, tetapi ia bekerja disana sebagai tukang jahit. Kebetulan bos yang punya konveksi sedang berada di Malaysia. Di rumah hanya mertua laki-laki, dan beberapa orang anak buah. Dan, tetanggaku tersebut minta bantuan pada Pak Mus untuk membantu urusannya di Rumah Sakit, berhubung ia tidak cukup ulet berurusan. Pak Mus ada kegiatan penting saat itu, maka ia pun meminta bantuanku mengurus anak buah tetangga yang sedang 'sekarat' di Rumah Sakit.
Setelah dijelaskan Pak Mus, aku berangkat ke Rumah Sakit bersama bapak mertua tetangga kami, sebut saja inisialnya Mr. X. Tergopoh-gopoh Vespa tua menghantarkan kami. Seketika aku tiba di Instalasi Gawat Darurat. Aku bersua senior Perawat yang pernah membimbing saat praktek klinik keperawatan. Ceritanya dapat di baca di " Pandangan Awam, Anak Akper Bisa Jadi Dokter " Sambutannya hangat, tidak seperti saat aku praktek. Ia kelihatan baik dan care dan aku cukup kaget, senior tersebut mengetahui namaku, sungguh di luar dugaan.
Setelah aku tanyakan, ternyata pasien yang akan kami kunjungi sudah berada di ruang Recovery Room (RR), bangsal bedah. Diruangan yang pernah membuatku trauma saat praktek klinik keperawatan, ulah perangai ' jahil' senior yang tidak bersahabat. Aku kuatkan mental berkunjung kesana. Bagaimanapun juga, korban harus dilihat untuk dikabarkan kondisinya ke keluarganya di kampung. Aku dan Mr.X bergegas kesana, kisah masa lalu, saat praktek aku lupakan, dan berharap yang dinas malam ini di bangsal bedah bukan senior yang pernah menghardik dan mengazab kami mahasiswa praktek, tapi hendaknya senior lain.
"Naas betul," lirihku dalam hati, aku melihat senior yang aku takutkan tersebut jaga malam. Ia sedang sibuk menghisap darah dalam mulut dan hidung pasien dengan mesin Suction Pump. Pasien yang akan aku kunjungi itu lah yang sedang ia tolong. Dari balik kaca aku perhatikan apa yang ia kerjakan. Dan, Perawat senior itu menghadiahi aku sebuah senyuman manis. Aku lagi-lagi di buat kaget. Ternyata ia juga bisa senyum. Waktu praktek di bangsal ini, kerjanya hanya marah-marah pada kami mahasiswa.
Ia keluar dari ruangan RR, sepertinya ingin mengambil sesuatu. Kemudian, setelah keperluannya dapat, ia memanggil namaku, dan menanyakan tujuanku. Aku bilang pasien yang sedang ia tolong di RR adalah keluargaku, mendengar jawabannya, ia langsung menyuruhku memakai skor ( pakaian khusus masuk RR). Serta mempersilahkan masuk ke ruangan RR bersamanya.
Aku berpikir keras. Kenapa ia, Perawat senior yang suka marah waktu praktek dulu, baik sekali malam ini, sikapnya berbeda jauh dengan saat kami praktek dulu, pikirku. Ah..pikiran itu ku abaikan dan fokus ke korban, pasien yang sedang di tolong. Tanpa basa-basi, ia mengajarkanku cara memegang kepala dan rahang agar jalan nafas pasien lancar, sembari ia menghisap sisa-sisa darah yang ada di mulut dan hidung. Korban, anak buah tetanggaku mengalami cedera kepala berat, kesadarannya menurun, hidung dan mulutnya mengeluarkan darah.
Singkat cerita, setelah jalan nafas bersih dan lancar, senior perawat yang paling ditakutkan itu, memintaku untuk menebus resep ke Apotik, serta mengurus jaminan rawat, karena waktu masuk IGD belum di urus, karena keluarga tidak ada yang mendampingi.
Maka aku dan Mr.X balik ke Apotik dan ke ruang pendaftaran pasien baru masuk. Setelah di data, ternyata Mr.X tidak membawa uang. Di rumah juga tidak ada uang, karena menantunya masih di Malaysia. Waduh, gumamku. Akhirnya, aku menemui senior perawat tadi di bangsal Bedah dan mengeluhkan kondisi yang kami alami, dan senior Perawat yang terkenal galak dikalangan mahasiswa itu, berbaik hati, ia memberi jaminan pada petugas pendaftaran dan Apotik untuk tetap melayani kami dengan syarat STNK Vespa dan KTP ku ditinggal.
Aku merasa malu, ternyata senior Perawat yang tidak aku sukai semasa praktek, ternyata sangat baik dan memberi kemudahan. Ia masih mengenali, tau namaku dan bersedia membantu. Padahal aku sudah protes di kampus untuk tidak lagi mengirim kami praktek di Rumah Sakit tersebut. Se-akan ingin kutarik protes itu kembali untuk tetap menjalin kerjasama di Rumah Sakit tersebut. Waktu itu, aku hanya mengucapkan terima kasih berulang-ulang pada senior tersebut, sebagai bentuk rasa syukur atas kebaikan dan bantuannya.
Setelah keadaan dan kondisi pasien aman, aku dan Mr.X izin pulang pada Perawat di bangsal bedah, serta menitipkan korban, bahwa keluarga untuk malam ini tidak ada yang menunggu, mengingat Mr.X sudah tua, tak kuat begadang. Setibanya di rumah, aku ceritakan pada Pak Mus, dan Pak Mus sambil angguk-angguk seolah bangga," kamu sudah bisa di andalkan". Pujinya padaku.(*7/Anton Wijaya/ Catatan)
Tok.tok..tok. Ada yang menggedor pintu kamar. Ternyata Pak Mus ( adik abak), selama kuliah aku tinggal di Rumah Pak Mus, di Pariaman. Saat aku persilahkan masuk, ia memintaku ke Rumah Sakit, membantu tetangga yang lagi kena musibah, kecelakaan di jalan raya. Motor korban di tabrak lari oleh mobil. Se-saat korban dibawa oleh warga ke Rumah Sakit. Pihak Rumah Sakit menelpon keluarga, yang kebetulan tetangga depan rumah kami.
Kejadian tabrakan menjelang adzan maghrib. Dapat kabar dari rumah sakit, sekitar 30 menit yang lalu. Korban kecelakaan yang akan aku kunjungi sebenarnya bukan keluarga tetanggaku, tetapi ia bekerja disana sebagai tukang jahit. Kebetulan bos yang punya konveksi sedang berada di Malaysia. Di rumah hanya mertua laki-laki, dan beberapa orang anak buah. Dan, tetanggaku tersebut minta bantuan pada Pak Mus untuk membantu urusannya di Rumah Sakit, berhubung ia tidak cukup ulet berurusan. Pak Mus ada kegiatan penting saat itu, maka ia pun meminta bantuanku mengurus anak buah tetangga yang sedang 'sekarat' di Rumah Sakit.
Setelah dijelaskan Pak Mus, aku berangkat ke Rumah Sakit bersama bapak mertua tetangga kami, sebut saja inisialnya Mr. X. Tergopoh-gopoh Vespa tua menghantarkan kami. Seketika aku tiba di Instalasi Gawat Darurat. Aku bersua senior Perawat yang pernah membimbing saat praktek klinik keperawatan. Ceritanya dapat di baca di " Pandangan Awam, Anak Akper Bisa Jadi Dokter " Sambutannya hangat, tidak seperti saat aku praktek. Ia kelihatan baik dan care dan aku cukup kaget, senior tersebut mengetahui namaku, sungguh di luar dugaan.
Setelah aku tanyakan, ternyata pasien yang akan kami kunjungi sudah berada di ruang Recovery Room (RR), bangsal bedah. Diruangan yang pernah membuatku trauma saat praktek klinik keperawatan, ulah perangai ' jahil' senior yang tidak bersahabat. Aku kuatkan mental berkunjung kesana. Bagaimanapun juga, korban harus dilihat untuk dikabarkan kondisinya ke keluarganya di kampung. Aku dan Mr.X bergegas kesana, kisah masa lalu, saat praktek aku lupakan, dan berharap yang dinas malam ini di bangsal bedah bukan senior yang pernah menghardik dan mengazab kami mahasiswa praktek, tapi hendaknya senior lain.
"Naas betul," lirihku dalam hati, aku melihat senior yang aku takutkan tersebut jaga malam. Ia sedang sibuk menghisap darah dalam mulut dan hidung pasien dengan mesin Suction Pump. Pasien yang akan aku kunjungi itu lah yang sedang ia tolong. Dari balik kaca aku perhatikan apa yang ia kerjakan. Dan, Perawat senior itu menghadiahi aku sebuah senyuman manis. Aku lagi-lagi di buat kaget. Ternyata ia juga bisa senyum. Waktu praktek di bangsal ini, kerjanya hanya marah-marah pada kami mahasiswa.
Ia keluar dari ruangan RR, sepertinya ingin mengambil sesuatu. Kemudian, setelah keperluannya dapat, ia memanggil namaku, dan menanyakan tujuanku. Aku bilang pasien yang sedang ia tolong di RR adalah keluargaku, mendengar jawabannya, ia langsung menyuruhku memakai skor ( pakaian khusus masuk RR). Serta mempersilahkan masuk ke ruangan RR bersamanya.
Aku berpikir keras. Kenapa ia, Perawat senior yang suka marah waktu praktek dulu, baik sekali malam ini, sikapnya berbeda jauh dengan saat kami praktek dulu, pikirku. Ah..pikiran itu ku abaikan dan fokus ke korban, pasien yang sedang di tolong. Tanpa basa-basi, ia mengajarkanku cara memegang kepala dan rahang agar jalan nafas pasien lancar, sembari ia menghisap sisa-sisa darah yang ada di mulut dan hidung. Korban, anak buah tetanggaku mengalami cedera kepala berat, kesadarannya menurun, hidung dan mulutnya mengeluarkan darah.
Singkat cerita, setelah jalan nafas bersih dan lancar, senior perawat yang paling ditakutkan itu, memintaku untuk menebus resep ke Apotik, serta mengurus jaminan rawat, karena waktu masuk IGD belum di urus, karena keluarga tidak ada yang mendampingi.
Maka aku dan Mr.X balik ke Apotik dan ke ruang pendaftaran pasien baru masuk. Setelah di data, ternyata Mr.X tidak membawa uang. Di rumah juga tidak ada uang, karena menantunya masih di Malaysia. Waduh, gumamku. Akhirnya, aku menemui senior perawat tadi di bangsal Bedah dan mengeluhkan kondisi yang kami alami, dan senior Perawat yang terkenal galak dikalangan mahasiswa itu, berbaik hati, ia memberi jaminan pada petugas pendaftaran dan Apotik untuk tetap melayani kami dengan syarat STNK Vespa dan KTP ku ditinggal.
Aku merasa malu, ternyata senior Perawat yang tidak aku sukai semasa praktek, ternyata sangat baik dan memberi kemudahan. Ia masih mengenali, tau namaku dan bersedia membantu. Padahal aku sudah protes di kampus untuk tidak lagi mengirim kami praktek di Rumah Sakit tersebut. Se-akan ingin kutarik protes itu kembali untuk tetap menjalin kerjasama di Rumah Sakit tersebut. Waktu itu, aku hanya mengucapkan terima kasih berulang-ulang pada senior tersebut, sebagai bentuk rasa syukur atas kebaikan dan bantuannya.
Setelah keadaan dan kondisi pasien aman, aku dan Mr.X izin pulang pada Perawat di bangsal bedah, serta menitipkan korban, bahwa keluarga untuk malam ini tidak ada yang menunggu, mengingat Mr.X sudah tua, tak kuat begadang. Setibanya di rumah, aku ceritakan pada Pak Mus, dan Pak Mus sambil angguk-angguk seolah bangga," kamu sudah bisa di andalkan". Pujinya padaku.(*7/Anton Wijaya/ Catatan)