Robohnya Benteng Terakhir Perlawanan Corona
Medianers ~ Sejak warga Indonesia terjangkit virus corona, maka petugas kesehatan dan layanan kesehatan dianggap sebagai garda depan untuk mengatasinya. Idealnya, tenaga kesehatan adalah benteng terakhir perlawanan, bukan sebagai garda depan.
Sebab, sejak petugas kesehatan menjadi garda depan, banyak yang telah terinfeksi. Satu bulan terakhir dilaporkan ratusan orang garda depan tersebut bertumbangan, pertahanannya lemah, mudah dirobohkan virus corona.
Jika tidak diantisipasi segera, ada kemungkinan beberapa 'benteng pertahanan', seperti Fasilitas Layanan Kesehatan (Fasyankes) terancam ditutup di Indonesia, karena tenaganya telah tumbang.
Dikutip dari beritasumbar.com bahwa, "sebanyak 58 orang petugas medis yang bertugas di Puskesmas Kecamatan XI, Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan jalani karantina di Rusunawa Painan yang berada di kecamatan IV Jurai Kabupaten Pessel, Sumbar."
Sehubungan dengan pelaksanaan karantina tenaga medis dan tenaga kesehatan Puskesmas Koto XI Tarusan, maka pihak dinas Kesehatan Kabupaten Pesisir Selatan, menutup sementara waktu pelayanan Puskesmas Koto XI Tarusan.
Pada hari yang sama, (16/4) diberitakan liputan6.com bahwa, " sebanyak 46 tenaga medis RSUP Dr Kariadi Semarang dinyatakan positif Covid-19. Bahkan, dari mereka adalah dokter spesialis yang bertugas di rumah sakit."
Senada dengan itu, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengatakan, " sebanyak 46 tenaga medis sudah menjalani isolasi di Hotel Kesambi Hijau sejak 8 April 2020 lalu."
Beberapa hari sebelumnya, (28/3) Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan pada kompas.com, "hingga saat ini ada 61 tenaga medis di Jakarta yang terinfeksi Covid-19. Sebanyak 61 tenaga medis yang terinfeksi Covid-19 tersebar di 26 rumah sakit di Jakarta," ujarnya.
Dihimpun dari katadata.co.id, "tercatat, 44 tenaga medis meninggal dunia akibat terinfeksi virus corona. Rinciannya, 32 dokter dan 12 perawat." kata Ketua Umum FSP FARKES/R, Idris Idham.
Diduga penyebab rawannya tenaga kesehatan terinfeksi virus corona, karena ketidak jujuran pasien menceritakan riwayat kontak saat berobat. Hal itu, diungkapkan Ganjar Pranowo di pikiranrakyat.com.
Selain itu, diduga karena petugas kekurangan Alat Pelindung Diri (APD). Hal tersebut pernah diungkapkan Ketua Umum PB IDI Daeng M Faqih, pada tempo.com, "penyebabnya karena minimnya Alat Pelindung Diri," ujarnya. “Tapi petugas kesehatan tetap diminta kerja,” tambah Daeng.
Senada dengan Daeng, menurut Harif Fadhillah, "tapi tentu utamanya harus ditelusuri riwayat kontak dan perilaku kerja termasuk kebijakan rumah sakit. Hanya saja mungkin yang terpapar karena tidak menggunakan APD yang lengkap yang layak," ucap Harif pada tempo.com.
Penularan virus corona pada petugas kesehatan, tidak saja terjadi di Indonesia. Negara maju seperti Italia pun mengalaminya, diberitakan oleh okezone.com bahwa sebanyak, 17.000 petugas kesehatan Italia terinfeksi virus corona, dan sebanyak 125 dokter meninggal.
Kian banyaknya petugas kesehatan terinfeksi corona di Italia, membuat pemerintah setempat memanggil kembali petugas kesehatan yang telah pensiun, untuk kembali bekerja, membantu menangani pandemi covid-19.
Nyaris, persoalan Italia hampir mirip dengan Indonesia, kekurangan APD. "Kami tidak dapat lagi mengizinkan dokter kami, petugas kesehatan kami, dikirim untuk berperang tanpa perlindungan terhadap virus," kata presiden FNOMCeO (Asosiasi Kesehatan Italia), Filippo Anelli.
Sedangkan di Amerika, menurut Anne Schuchat, wakil direktur utama Agency for Toxic Substances and Disease Registry CDC, sebagaimana dipublikasikan suara.com bahwa, "sebanyak 19 persen terinfeksi corona adalah pekerja medis profesional, termasuk kematian 27 kasus."
Sebagai episentrium krisis pandemi di Amerika, maka Wali Kota New York, Bill de Blasio memohon bantuan kepada Washington DC untuk mengirimkan tenaga kesehatan, ke kotanya. Artinya, sekelas New York bisa dilanda kekurangan tenaga kesehatan oleh virus corona.
Jika disimak, apa yang terjadi dewasa ini, baik di Indonesia, Italia, Amerika maupun dunia. Maka virus corona tidak bisa dianggap enteng. Semua unsur wajib memeranginya sesuai kapasitas masing-masing.
Tidak bisa ditumpukan pada tenaga kesehatan, TNI, Polri, Gugus Tugas Covid-19, BPBD, Basarnas, dan instansi pemerintahan saja.
Menurut Wakil Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Adib Khumaidi sebagaiamana Medianers cuplik dari kompas.com bahwa, garda terdepan dalam memutus mata rantai penyebaran Covid-19 adalah masyarakat.
"Konsep yang kami usulkan sebenarnya yang harus jadi garda terdepan itu masyarakat. Dokter, tim medis ini, benteng terakhirnya," ujar Adib dalam forum Dialog Crosscheck, Minggu (12/4/2020).
Dia mengatakan, masyarakat saat ini menjadi kunci memutus mata rantai penyebaran virus. Caranya adalah dengan membuat pergerakan masyarakat untuk sementara berhenti.
"Karena virusnya enggak bergerak, yang bergerak manusianya, jadi kalau manusia bergerak, maka virusnya bergerak," katanya.
"Karena virusnya enggak bergerak, yang bergerak manusianya, jadi kalau manusia bergerak, maka virusnya bergerak," katanya.
Terakhir, masyarakatlah garda depan harusnya dalam pemberantasan virus corona. Dimulai dari diri sendiri, keluarga, kelurahan, Kecamatan dan Kota/ Kabupaten. Saling dukung mencegah penularannya. Agar benteng terakhir tetap kokoh. (Editor: Anton Wijaya)
Baca juga : Usulan PSBB di Sumbar, Disetujui Menkes