Perawat Asing Boleh Praktik di Indonesia, Bagaimana Perawat Indonesia Menyikapi?
Medianers ~ Puluhan tahun sejak Indonesia merdeka, banyak Perawat Indonesia bersemangat sekali meraup Riyal, Yen, Dolar dan Euro, ke negara Timur tengah, seperti Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab. Serta ke Jepang, Korea Selatan, dan Australia. Juga ke USA dan Belanda. Belakangan, tidak tertutup kemungkinan situasi berbalik arah, yaitu Perawat asing akan mengumpulkan rupiah di Indonesia, satu paket dengan pembangunan rumah sakit internasional.
Peluang itu, terbuka lebar bagi negara asing membangun layanan kesehatan di Indonesia, dengan membawa Perawat dan tenaga kesehatan lainnya dari negaranya. Sebab Indonesia telah mengikuti kebijakan perdagangan bebas, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), ASEAN Free Trade Area , disingkat AFTA dan Indonesia telah banyak pula menjalin kesepakatan bilateral, dan multilateral dengan negara asing di bidang ekonomi, sosial, politik dan pertahanan. Sementara sektor kesehatan, mengakomodir semua itu. Erat kaitannya dengan sosial dan bisnis.
Dirangkum dari katada.id bahwa, "dalam kurun waktu 9 tahun, jumlah pasien Indonesia yang berobat ke mancanegara melonjak hampir 100 persen. Rata-rata masyarakat Indonesia mengeluarkan 11,5 Miliar US$/tahun untuk menjalani pengobatan di luar negeri. Banyaknya pasien yang memilih berobat di luar negeri disebabkan oleh kurangnya mutu pelayanan dan pengawasan kesehatan di dalam negeri," berita terbit Agustus 2019, dan penulis akses Selasa (16/6).
Negara favorit yang dituju pasien dari Indonesia adalah Singapura, Malaysia, dan Thailand. Maknanya, negara tetangga tersebut maupun negara lain, telah melirik potensi 'emas' dari Indonesia yang rakyatnya berjumah lebih dari 267 juta jiwa, dengan berbagai macam keluhan kesehatan. Agar kemudahan bisa dihadirkan, dan biaya pengobatan bisa dipangkas, tentunya ada potensi investor membuka rumah sakit di Indonesia. Lebih efisien dan lebih dekat.
Opini itu, diperkuat dengan kebijakan pemerintah yang membolehkan orang asing berinvestasi maksimal 65 persen di sektor kesehatan. Dihimpun dari situs resmi Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (Persi) beralamat di www.pdpersi.co.id bahwa, "pemerintah membuka pintu bagi investor asing untuk masuk usaha jasa rumah sakit di Indonesia dengan kepemilikan saham hingga 67%. Kebijakan yang tertuang dalam draf revisi peraturan presiden (perpres) tentang daftar negatif investasi (DNI) itu, untuk mengurangi devisa keluar dari warga negara Indonesia (WNI) yang berobat ke negera lain," dikutip Selasa (16/6).
Investasi asing terkait kepemilikan saham rumah sakit di Indonesia telah dimulai sejak 2015, dan tiap tahunnya terus diminati oleh orang kaya luar negri. Tercatat, pada tahun 2017 sebagaimana dilansir dari bisnis.com menyatakan bahwa, "investor asing makin gencar membidik peluang investasi di sektor industri rumah sakit di Indonesia. Investor dari Belanda telah menanamkan sahamnya dengan nilai investasi hingga US$10 juta di Jakarta," hal itu terjadi pada tahun 2017.
Dan, pada tahun selanjutnya telah banyak berdiri megah rumah sakit swasta di Kota- kota besar berlabel rumah sakit internasional di Indonedia. Rata-rata 65 persen sahamnya telah dikuasai asing. Lalu, apa hubungannya dengan profesi Perawat ? Jelas memiliki hubungan sangat erat. Sebelum tahun 2019, perawat asing tidak bisa bekerja leluasa di Indonesia, karena belum ada regulasi yang mengaturnya. Namun, sejak 2019 melalui Permenkes nomor 26 tahun 2019, tentang Peraturan Pelaksanaan UU nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan, maka terbuka lebar peluang Perawat asing bekerja atau melakukan praktik di Indonesia.
Perawat Warga Negara Asing (WNA) bisa mendapatkan Surat Tanda Registrasi (STR), dan Surat Izin Praktik Perawat (SIPP) sementara, lamanya 1 tahun, dan bisa diperpanjang 1 tahun berikutnya. Asalkan Perawat WNA dimaksud memiliki sertifikat kompetensi dan sertifikat profesi. Jika sudah memenuhi syarat di atas maka akan mendapatkan izin dari pemerintah untuk melakukan praktik keperawatan di layanan kesehatan di Indonesia. Hal itu, dijelaskan pada pasal 6,7,8, dan 9 dalam Permenkes nomor 26 tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan UU nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan.
Artinya, kran kompetisi di negri ini telah terbuka lebar bagi Perawat Indonesia untuk bersaing dengan Perawat asing. Ada kemungkinan, pada level top manajer di bidang Keperawatan, senantiasa akan dikuasai Perawat asing, di rumah sakit swasta yang ada saham asing di Indonesia, dan Perawat Nasional jadi anak buahnya. Atau Perawat Indonesia akan tersisih sendirinya manakala tidak bersiap bersaing dengan Perawat asing yang masuk ke Indonesia nantinya.
Untuk menyikapi kemungkinan itu, kapasitas dan kualitas Perawat Indonesia tentunya harus jadi perhatian pihak pendidikan keperawatan sebagai pencetak Perawat masa depan. Begitu pula organisasi profesi, (PPNI) perlu mewadahi Perawat Indonesia untuk selalu bisa mengupgrade keilmuan anggotanya. Dan, melakukan penyaringan ketat bagi Perawat asing yang ingin melakukan praktik di Indonesia. Sebab, PPNI adalah salah satu organisasi profesi yang berwenang memberikan rekomendasi agar STR dan SIPP bisa diterbitkan atau tidak. Serta tidak ada pula alasan untuk tidak memberikan rekomendasi bagi Perawat WNA , maupun Perawat dalam negri yang memenuhi syarat.
Jadi, bagi sebagian Perawat Indonesia yang tidak setuju dengan adanya penyelenggaran ujian kompetensi dan STR, sebaiknya jangan lagi gontok-gontokan mengkritisi. Tapi, mulai dari sekarang persiapkan diri, ikuti ujian kompetensi dengan seksama. Dan, yang mahasiswa Keperawatan rajin-rajinlah belajar, bahwa profesi keperawatan bukan seperti dulu lagi. Jika lengah, Perawat asing dari negara berkembang maupun dari negara maju, seperti India, Filipina, Malaysia, Australia, Kanada dan lainnya, memiliki kesempatan yang sama dengan Perawat Indonesia berkarir di negri ini. Cam kan itu. (Anton Wijaya)
Peluang itu, terbuka lebar bagi negara asing membangun layanan kesehatan di Indonesia, dengan membawa Perawat dan tenaga kesehatan lainnya dari negaranya. Sebab Indonesia telah mengikuti kebijakan perdagangan bebas, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), ASEAN Free Trade Area , disingkat AFTA dan Indonesia telah banyak pula menjalin kesepakatan bilateral, dan multilateral dengan negara asing di bidang ekonomi, sosial, politik dan pertahanan. Sementara sektor kesehatan, mengakomodir semua itu. Erat kaitannya dengan sosial dan bisnis.
Dirangkum dari katada.id bahwa, "dalam kurun waktu 9 tahun, jumlah pasien Indonesia yang berobat ke mancanegara melonjak hampir 100 persen. Rata-rata masyarakat Indonesia mengeluarkan 11,5 Miliar US$/tahun untuk menjalani pengobatan di luar negeri. Banyaknya pasien yang memilih berobat di luar negeri disebabkan oleh kurangnya mutu pelayanan dan pengawasan kesehatan di dalam negeri," berita terbit Agustus 2019, dan penulis akses Selasa (16/6).
Negara favorit yang dituju pasien dari Indonesia adalah Singapura, Malaysia, dan Thailand. Maknanya, negara tetangga tersebut maupun negara lain, telah melirik potensi 'emas' dari Indonesia yang rakyatnya berjumah lebih dari 267 juta jiwa, dengan berbagai macam keluhan kesehatan. Agar kemudahan bisa dihadirkan, dan biaya pengobatan bisa dipangkas, tentunya ada potensi investor membuka rumah sakit di Indonesia. Lebih efisien dan lebih dekat.
Opini itu, diperkuat dengan kebijakan pemerintah yang membolehkan orang asing berinvestasi maksimal 65 persen di sektor kesehatan. Dihimpun dari situs resmi Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (Persi) beralamat di www.pdpersi.co.id bahwa, "pemerintah membuka pintu bagi investor asing untuk masuk usaha jasa rumah sakit di Indonesia dengan kepemilikan saham hingga 67%. Kebijakan yang tertuang dalam draf revisi peraturan presiden (perpres) tentang daftar negatif investasi (DNI) itu, untuk mengurangi devisa keluar dari warga negara Indonesia (WNI) yang berobat ke negera lain," dikutip Selasa (16/6).
Investasi asing terkait kepemilikan saham rumah sakit di Indonesia telah dimulai sejak 2015, dan tiap tahunnya terus diminati oleh orang kaya luar negri. Tercatat, pada tahun 2017 sebagaimana dilansir dari bisnis.com menyatakan bahwa, "investor asing makin gencar membidik peluang investasi di sektor industri rumah sakit di Indonesia. Investor dari Belanda telah menanamkan sahamnya dengan nilai investasi hingga US$10 juta di Jakarta," hal itu terjadi pada tahun 2017.
Dan, pada tahun selanjutnya telah banyak berdiri megah rumah sakit swasta di Kota- kota besar berlabel rumah sakit internasional di Indonedia. Rata-rata 65 persen sahamnya telah dikuasai asing. Lalu, apa hubungannya dengan profesi Perawat ? Jelas memiliki hubungan sangat erat. Sebelum tahun 2019, perawat asing tidak bisa bekerja leluasa di Indonesia, karena belum ada regulasi yang mengaturnya. Namun, sejak 2019 melalui Permenkes nomor 26 tahun 2019, tentang Peraturan Pelaksanaan UU nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan, maka terbuka lebar peluang Perawat asing bekerja atau melakukan praktik di Indonesia.
Perawat Warga Negara Asing (WNA) bisa mendapatkan Surat Tanda Registrasi (STR), dan Surat Izin Praktik Perawat (SIPP) sementara, lamanya 1 tahun, dan bisa diperpanjang 1 tahun berikutnya. Asalkan Perawat WNA dimaksud memiliki sertifikat kompetensi dan sertifikat profesi. Jika sudah memenuhi syarat di atas maka akan mendapatkan izin dari pemerintah untuk melakukan praktik keperawatan di layanan kesehatan di Indonesia. Hal itu, dijelaskan pada pasal 6,7,8, dan 9 dalam Permenkes nomor 26 tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan UU nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan.
Artinya, kran kompetisi di negri ini telah terbuka lebar bagi Perawat Indonesia untuk bersaing dengan Perawat asing. Ada kemungkinan, pada level top manajer di bidang Keperawatan, senantiasa akan dikuasai Perawat asing, di rumah sakit swasta yang ada saham asing di Indonesia, dan Perawat Nasional jadi anak buahnya. Atau Perawat Indonesia akan tersisih sendirinya manakala tidak bersiap bersaing dengan Perawat asing yang masuk ke Indonesia nantinya.
Untuk menyikapi kemungkinan itu, kapasitas dan kualitas Perawat Indonesia tentunya harus jadi perhatian pihak pendidikan keperawatan sebagai pencetak Perawat masa depan. Begitu pula organisasi profesi, (PPNI) perlu mewadahi Perawat Indonesia untuk selalu bisa mengupgrade keilmuan anggotanya. Dan, melakukan penyaringan ketat bagi Perawat asing yang ingin melakukan praktik di Indonesia. Sebab, PPNI adalah salah satu organisasi profesi yang berwenang memberikan rekomendasi agar STR dan SIPP bisa diterbitkan atau tidak. Serta tidak ada pula alasan untuk tidak memberikan rekomendasi bagi Perawat WNA , maupun Perawat dalam negri yang memenuhi syarat.
Jadi, bagi sebagian Perawat Indonesia yang tidak setuju dengan adanya penyelenggaran ujian kompetensi dan STR, sebaiknya jangan lagi gontok-gontokan mengkritisi. Tapi, mulai dari sekarang persiapkan diri, ikuti ujian kompetensi dengan seksama. Dan, yang mahasiswa Keperawatan rajin-rajinlah belajar, bahwa profesi keperawatan bukan seperti dulu lagi. Jika lengah, Perawat asing dari negara berkembang maupun dari negara maju, seperti India, Filipina, Malaysia, Australia, Kanada dan lainnya, memiliki kesempatan yang sama dengan Perawat Indonesia berkarir di negri ini. Cam kan itu. (Anton Wijaya)