Kendala Penerapan Jenjang Karir Perawat di RSUD Milik Pemerintah Daerah
Saat mengikuti seminar tentang Jenjang Karir Perawat di gedung Tri Arga, Bukittinggi (2/5/2015), saya bertemu teman lama, seorang Perawat yang bertugas di Rumah Sakit Umum milik pemerintah Pusat (Kemenkes) yang terletak di Bukittinggi, ia berstatus PNS golongan II c, lama kerja 3 tahun.
Saya menanyakan, "Sekarang kamu sudah berada di level berapa? Dan berapa uang remunerasi yang kamu terima tiap bulannya?" Saya menanyakan itu sesuai tema seminar yang baru saja saya dengarkan dari narasumber, bahwa RSUP tempat ia bekerja telah memberlakukan sistim remunerasi pada karyawannya dan besar pembayaran berdasarkan level/ jenjang karir.
Teman saya bilang, " Status saya, Perawat Klinik 1 (PK1), saat ini menerima uang remunerasi 2 jutaan tiap bulan, biasanya uang remunerasi sudah bisa diambil tiap tanggal 15". Lalu saya bertanya lagi " berapa pendapatan Perawat Klinik 2, 3 dan 4 ?" Ia mengaku tidak tau, yang jelas lebih tinggi dari pendapatan saya, ungkapnya".
"Bagaimana caranya agar kamu bisa menjadi PK 2 ? " Jawabnya, " lengkapi persyaratan, dan ajukan pada sub komite Kredensial, dan ikuti ujian kompetensi." Ia menambahkan, "setelah lulus tes dan persyaratan, level naik, status berubah menjadi PK 2, dan kewenangan klinik pun bertambah."
Dari percakapan saya di atas, dapat di artikan bahwa Rumah Sakit Milik Kemenkes (Pusat) yang berada di daerah, petugasnya telah merasakan nikmatnya uang remunerasi dan telah merasakan bagaimana rasanya berjuang meniti karir menjadi Perawat di Rumah Sakit, aroma prestasi dan kompetisi pun terasa.
Jenjang Karir ini diberlakukan hanya untuk Perawat fungsional, tidak diberlakukan pada Perawat yang berada di struktural.
Nah, pertanyaan selanjutnya Bagaimana dengan Perawat yang bekerja di Rumah Sakit Milik pemerintah daerah, maksudnya Rumah Sakit yang bukan di bawah naungan Kemenkes, Apakah telah merasakan uang Remunerasi?
Hampir 100 persen peserta yang hadir saat seminar, dari beberapa daerah yang ada di Sumbar belum merasakan penjenjangan karir, dan merasakan nikmatnya uang remunerasi seperti yang telah di berlakukan Kemenkes.
Hal itu ketahuan saat segmen diskusi, alasannya masing-masing daerah memiliki kebijakan sendiri, terkait otonomi daerah.
Lalu, bagaimana tentang Jenjang karir Perawat di RSUD milik Pemerintah daerah? Ternyata, hampir 100 persen akan memulai membentuk SOP tentang Jenjang Karir Perawat.
Lantas, apa saja yang di terima Perawat di RSUD milik daerah? Perawat yang ada di rumah sakit daerah tetap mendapatkan jasa pelayanan, yang hampir mirip dengan sistim remunerasi, namun pendapatan tidak merata antara satu dengan lainnya.
Kecendrungan setelah menerima uang masih ada ketidak puasan dengan cara pembagian, juga uang yang diterima kadang tidak stabil dan teratur, karena banyak konflik kepentingan di dalamnya.
Tim pembagi jasa kadang sulit menjelaskan, jika ada pertanyaan dari salah satu pihak, atau profesi, " Kenapa saya dapat jasa sejumlah itu? Dan kenapa si dia mendapat jasa lebih dari pada saya atau kami?" Intinya banyak argumen-argumen ketidak puasan, bukannya bersyukur telah menerima uang. Malahan berpotensi menciptakan konflik internal.
Tidak dapat di salahkan oknum yang protes atau , juga tidak bisa menyalahkan tim pembagi jasa, alasannya karena ketidak pastian peraturan yang mengikat (produk hukum) tentang pembagian jasa.
Persen-persen pembagiannya bisa saja berubah sewaktu-waktu, jika ada salah satu profesi yang merasa sedikit dapat, dengan lantang mengkritisi, jika tidak digubris, maka ancaman-ancaman klasik pun bisa muncul, terkait pelayanan. Maknanya, siapa kuat ia akan menang.
Bisakah RSUD Milik pemerintah daerah menerapkan sistim jenjang karir dan sistim remunerasi pada Perawat?
Jawabnya sangat bisa, hanya tinggal mengadopsi apa yang telah di terapkan oleh Rumah Sakit Umum Pusat milik Kemenkes. Sumber dana remunerasi dari mana? ya dari jasa Pelayanan. Yang perlu diperbaiki cara pembagian berdasarkan jenjang karir.
Seperti apa tingkatan jenjang karir? Sebenarnya berdasarkan kesepakatan yang di bentuk melalui komite keperawatan atau bisa juga mengacu pada standar yang telah ditetapkan Kemenkes pada RSUP.
Sebagai acuan, bisa juga memakai klasifikasi jenjang karir Perawat yang pernah disampaikan Dewi Irawaty, MA, PhD Ketua Umum PPNI pada RAKERNAS II AIPDIKI 2014, sebagai berikut:
Pendapatan remunerasi Perawat bisa acuannya berdasarkan jenjang karir seperti di atas, dan kewenangan klinik dalam menjalankan Asuhan Keperawatan berdasarkan klasifikasi jenjang karir. Standar Prosedur Operasional kewenangan klinik, dirumuskan oleh komite sub Kredensial.
Penulis berkeyakinan jika jenjang karir diterapkan pada tenaga Keperawatan di Rumah Sakit, maka Perawat akan terpacu untuk terus meningkatkan kapasitas dan profesionalitas, baik secara pendidikan dan pelatihan, maupun secara skill dan kemampuan, karena ada yang memotivasi untuk mendapatkan itu.
Kendala yang dihadapi saat ini, belum satu persepsinya antara komite keperawatan sebagai penggerak, dengan pihak manajemen Rumah Sakit sebagai pembuat keputusan.(AW)
Saya menanyakan, "Sekarang kamu sudah berada di level berapa? Dan berapa uang remunerasi yang kamu terima tiap bulannya?" Saya menanyakan itu sesuai tema seminar yang baru saja saya dengarkan dari narasumber, bahwa RSUP tempat ia bekerja telah memberlakukan sistim remunerasi pada karyawannya dan besar pembayaran berdasarkan level/ jenjang karir.
Teman saya bilang, " Status saya, Perawat Klinik 1 (PK1), saat ini menerima uang remunerasi 2 jutaan tiap bulan, biasanya uang remunerasi sudah bisa diambil tiap tanggal 15". Lalu saya bertanya lagi " berapa pendapatan Perawat Klinik 2, 3 dan 4 ?" Ia mengaku tidak tau, yang jelas lebih tinggi dari pendapatan saya, ungkapnya".
"Bagaimana caranya agar kamu bisa menjadi PK 2 ? " Jawabnya, " lengkapi persyaratan, dan ajukan pada sub komite Kredensial, dan ikuti ujian kompetensi." Ia menambahkan, "setelah lulus tes dan persyaratan, level naik, status berubah menjadi PK 2, dan kewenangan klinik pun bertambah."
Dari percakapan saya di atas, dapat di artikan bahwa Rumah Sakit Milik Kemenkes (Pusat) yang berada di daerah, petugasnya telah merasakan nikmatnya uang remunerasi dan telah merasakan bagaimana rasanya berjuang meniti karir menjadi Perawat di Rumah Sakit, aroma prestasi dan kompetisi pun terasa.
Jenjang Karir ini diberlakukan hanya untuk Perawat fungsional, tidak diberlakukan pada Perawat yang berada di struktural.
Nah, pertanyaan selanjutnya Bagaimana dengan Perawat yang bekerja di Rumah Sakit Milik pemerintah daerah, maksudnya Rumah Sakit yang bukan di bawah naungan Kemenkes, Apakah telah merasakan uang Remunerasi?
Hampir 100 persen peserta yang hadir saat seminar, dari beberapa daerah yang ada di Sumbar belum merasakan penjenjangan karir, dan merasakan nikmatnya uang remunerasi seperti yang telah di berlakukan Kemenkes.
Hal itu ketahuan saat segmen diskusi, alasannya masing-masing daerah memiliki kebijakan sendiri, terkait otonomi daerah.
Lalu, bagaimana tentang Jenjang karir Perawat di RSUD milik Pemerintah daerah? Ternyata, hampir 100 persen akan memulai membentuk SOP tentang Jenjang Karir Perawat.
Lantas, apa saja yang di terima Perawat di RSUD milik daerah? Perawat yang ada di rumah sakit daerah tetap mendapatkan jasa pelayanan, yang hampir mirip dengan sistim remunerasi, namun pendapatan tidak merata antara satu dengan lainnya.
Kecendrungan setelah menerima uang masih ada ketidak puasan dengan cara pembagian, juga uang yang diterima kadang tidak stabil dan teratur, karena banyak konflik kepentingan di dalamnya.
Tim pembagi jasa kadang sulit menjelaskan, jika ada pertanyaan dari salah satu pihak, atau profesi, " Kenapa saya dapat jasa sejumlah itu? Dan kenapa si dia mendapat jasa lebih dari pada saya atau kami?" Intinya banyak argumen-argumen ketidak puasan, bukannya bersyukur telah menerima uang. Malahan berpotensi menciptakan konflik internal.
Tidak dapat di salahkan oknum yang protes atau , juga tidak bisa menyalahkan tim pembagi jasa, alasannya karena ketidak pastian peraturan yang mengikat (produk hukum) tentang pembagian jasa.
Persen-persen pembagiannya bisa saja berubah sewaktu-waktu, jika ada salah satu profesi yang merasa sedikit dapat, dengan lantang mengkritisi, jika tidak digubris, maka ancaman-ancaman klasik pun bisa muncul, terkait pelayanan. Maknanya, siapa kuat ia akan menang.
Bisakah RSUD Milik pemerintah daerah menerapkan sistim jenjang karir dan sistim remunerasi pada Perawat?
Jawabnya sangat bisa, hanya tinggal mengadopsi apa yang telah di terapkan oleh Rumah Sakit Umum Pusat milik Kemenkes. Sumber dana remunerasi dari mana? ya dari jasa Pelayanan. Yang perlu diperbaiki cara pembagian berdasarkan jenjang karir.
Seperti apa tingkatan jenjang karir? Sebenarnya berdasarkan kesepakatan yang di bentuk melalui komite keperawatan atau bisa juga mengacu pada standar yang telah ditetapkan Kemenkes pada RSUP.
Sebagai acuan, bisa juga memakai klasifikasi jenjang karir Perawat yang pernah disampaikan Dewi Irawaty, MA, PhD Ketua Umum PPNI pada RAKERNAS II AIPDIKI 2014, sebagai berikut:
- Perawat Klinik I (PK I) adalah: Perawat lulusan D-III atau Ners .
- Perawat Klinik II (PK II) adalah:Perawat lulusan D III Keperawatan dengan pengalaman kerja 5 tahun atau Ners dengan pengalaman kerja 3 tahun, dan mempunyai sertifikat PK-II .
- Perawat Klinik III (PK III) adalah: Perawat lulusan D III Keperawatan dengan pengalaman kerja 9 tahun atau Ners dengan pengalaman klinik 6 tahun atau Ners Spesialis dengan pengalaman kerja 0 tahun,dan memiliki sertifikat PK-III.
- Perawat Klinik IV (PK IV) adalah: Ners dengan pengalaman kerja 9 tahun atau Ners Spesialis dengan pengalaman kerja 2 tahun, dan memiliki sertifikat PK-IV.
- Perawat Klinik V (PK V) adalah: Ners Spesialis dengan pengalaman kerja 4 tahun dan memiliki sertifikat PK-V.
Penulis berkeyakinan jika jenjang karir diterapkan pada tenaga Keperawatan di Rumah Sakit, maka Perawat akan terpacu untuk terus meningkatkan kapasitas dan profesionalitas, baik secara pendidikan dan pelatihan, maupun secara skill dan kemampuan, karena ada yang memotivasi untuk mendapatkan itu.
Kendala yang dihadapi saat ini, belum satu persepsinya antara komite keperawatan sebagai penggerak, dengan pihak manajemen Rumah Sakit sebagai pembuat keputusan.(AW)