Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bolehkah Perawat Melakukan Intubasi Di Rumah Sakit?

Medianers ~ Setelah narasumber selesai menyampaikan materi pelatihan tentang Standar Akreditasi Rumah Sakit, yang mana mengupas seputar Hak Pasien dan Keluarga (HPK) serta Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB), akhirnya masuk pada sesi tanya jawab. Saat diskusi, terungkap bahwa, dengan alasan apapun Perawat dilarang melakukan tindakan medik invasif di Rumah Sakit
Salah seorang peserta bertanya pada narasumber, "apakah boleh Perawat atau Penata anestesi melakukan tindakan intubasi, seandainya ada pasien gagal nafas dari IGD akan masuk ICU. Sebab, saat di konsultasikan ke dokter ahli anestesi, dokter bersangkutan mendelegasikan secara lisan, lewat telepon. Perintahnya, tindakan intubasi diserahkan pada Perawat anestesi," demikian tanyanya.

Ia melanjutkan, "jika boleh, apakah perlu Perawat anestesi atau Penata anestesi membuat persetujuan tindakan medis (informed content), dengan keluarga pasien, mengingat dalam standar akreditasi versi 2012, setiap tindakan yang dapat mencederai pasien wajib diminta persetujuan tindakan medis tertulis," tanyanya.

Pertanyaan tersebut bukannya tak berdasar, mengingat masih langkanya dokter anestesi di Rumah Sakit di berbagai daerah di Indonesia. Nyaris, dokter anestesi bagaikan mesin yang tidak boleh istirahat karena banyaknya pasien yang akan ditolong di Rumah sakit milik pemerintah dan swasta yang ada di daerah, sementara SDM-nya sangat minim.

Kasus seperti ini sering terjadi, kadang-kadang dokter anestesi sedang ada tugas keluar daerah, mengikuti pelatihan misalnya. Otomatis segala tugas dan wewenang yang melekat padanya akan di delegasikan pada Perawat anestesi atau Penata anestesi.

Di daerah penulis, hanya ada 1 orang dokter anestesi, sedangkan RSUD ada dua dan Rumah Sakit swasta ada sekitar 2 juga. Sekitar 3 rumah sakit yang menggunakan jasa 1 orang dokter anestesi tersebut yang pekerjaannya dibantu oleh beberapa orang Perawat anestesi.

Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran telah mengatur  bahwa tindakan medik bukanlah kewenangan Perawat/ Penata anestesi. Perawat atau penata anestesi tidak punya kewenangan legal untuk melakukan intubasi dan membius secara mandiri. Lantas bagaimana menyikapinya?

Selama ini, jika dokter anestesi sedang tidak berada di tempat, pembiusan pasien menjelang operasi tetap dijalankan dengan catatan persetujuan tindakan medis dibawah kendali dokter bedah atau dokter kebidanan. Jika terjadi sesuatu, dokter bedah atau dokter kebidanan yang bertanggung jawab jika dokter anestesi tidak ada. Intinya dengan dokter apa Perawat anestesi operasi, maka dokter itulah yang memegang tanggung jawab.

Kembali kepada pertanyaan di atas, narasumber seakan kaget mendengar pertanyaan salah seorang peserta tersebut. Spontan ia menjawab, " apapun alasannya Perawat tidak boleh melakukan tindakan intubasi pada pasien, sebaiknya tindakan demikian dokter yang melakukan, jika tidak ada dokter anestesi seharusnya didelegasikan pada dokter umum atau dokter lainnya. Sebab di mata hukum Perawat tidak berwenang melakukan tindakan medik invasif di rumah sakit."

Isu ini lumayan menarik untuk di bahas, bagaimana mungkin standar akreditasi bisa meningkat jika SDM masih kurang? Dan bagaimana pula cara memberdayakan SDM yang ada sesuai dengan standar akreditasi dan peraturan yang berlaku?

Narasumber menyarankan, wajib membuat protap atau SOP (Standar Operasional Prosedur), acuan sesuai dengan peraturan perundangan. Pesannya, "meskipun Anda mampu melakukan tindakan medik tersebut, jika Anda tidak punya kewenangan, legal menurut hukum, maka jangan lakukan, karena akan membahayakan posisi Anda dihadapan hukum," demikian. (AntonWijaya/ Ilustrasi intubasi : kalbemed).