Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jika Anda Tidak Ingin Seperti Perempuan Ini, Maka Jangan Durhaka Pada Ibu dan Bapak

Tadi siang saya nonton film pendek di salah satu saluran tv swasta tentang seorang anak perempuan durhaka pada kedua orang tua.

kasih-anak
Kasih ibu sepanjang masa,
Kasih anak sepanjang rasa
Ceritanya, si anak masih duduk di bangku SLTA merasa malu dengan kawan-kawan sekolahnya, karena orang tuanya miskin, bapaknya penjual es cendol asongan dan ibunya pembantu rumah tangga.

Si anak selalu berontak dan memaki bapak dan ibunya. Mengapa tidak kaya?

Si anak berusaha mencari tambahan penghasilan di luar, sebagai gadis pramuria di tempat karaoke. Pulang larut malam, dan berpenampilan menor.

Melihat kondisi tersebut, bapak dan ibunya marah, serta menasehati si anak, agar meninggalkan pekerjaan yang ia lakoni, dan meminta si anak tidak lagi bekerja di tempat hiburan, karena tidak baik untuk anak gadis se usianya.

Si anak bukan mencankam permintaan orang tuanya, akan tetapi menghina orang tuanya, "Kenapa kalian miskin? Saya ingin makan enak, saya ingin memiliki gadget baru, pengen punya baju keren, dll" Ucapnya. "Apakah kalian sanggup memenuhinya jika saya berhenti bekerja?" Kata si anak durhaka dengan wajah sinis.

Mendengar pernyataan si anak durhaka tersebut, sang ayah langsung sesak nafas sambil memegang dada, dan si ibu berderai air mata sambil menggumam mulut, tersedu sedan.

Terbata-bata, sang ayah menjamin akan memenuhi permintaan anak gadis semata wayangnya, " Ayah berjanji akan memenuhi segala kebutuhanmu nak, ayah akan bekerja lebih giat lagi". Ungkap sang ayah. Ucapan sang ayah di anggukan oleh ibunya,  sambil berucap, " Ibu juga akan berkerja lebih keras lagi mencarikan uang jajan untukmu nak".

Anak durhaka tersenyum, sambil berkata, " memang begitu seharusnya jadi orang tua, dan buktikan omongan kalian, dan saya akan berhenti bekerja," ucapnya, seraya memandang remeh kedua orang tuanya.

Malam usai, pagi menjemput siang, ayam pun berkokok, pertanda adzan subuh akan datang.

Penuh semangat, Ayah mendorong gerobak cendol dengan nafas mengap-mengap sesekali memegang dada kiri. Sementara si ibu sedang mengucek-ngucek pakaian majikan dalam baskom, agar bersih dari kotoran.

Siang nyaris habis, matahari mulai terbenam menjemput malam, ayah batuk-batuk di ruang tamu, sedangkan si ibu merapikan sambil menghitung uang jerih payah, hasil jualan cendol. Tiba-tiba, anak gadisnya berada di depan, " Ooo, Unikah uang yang kalian maksud, yang bisa membahagiakan saya? Sorry, saya tidak butuh uang receh seperti itu, apa kata teman-teman saya nanti di sekolah", ucapnya.

"Iii iya nak, ibu nanti akan menukarkan dengan uang yang lebih bagus" sambil menelan rasa sedih dalam hati. Sedangkan bapak, hanya geleng-geleng kepala.

Esok hari, si anak durhaka makan enak dan lahap di cafe sekolah, sambil menyentuh android yang ia letakan di atas meja. Sementara, si bapak kelelahan, istirahat di tepi jalan, dan mengeluarkan bungkusan nasi yang dibawa dari rumah, dengan menu alakadarnya, nasi putih tambah tempe. Demikian juga ibu, setelah lelah mencuci seharian, juga menyantap nasi putih tambah sepotong tempe.

" Ya Allah, terima kasih atas nikmat yang telah engkau berikan hari ini", sang ibu mengucapkan puji, syukur dalam hati sehabis makan.

Ayah, bergegas mendorong gerobak cendol, seketika, mobil laju kencang, " brakkk" gerobak cendol berguling terhempas di landa mobil hilang kendali, sedangkan ayah tergeletak bersimbah darah, kejadian tepat dihadapan si anak gadisnya, yang kebetulan pulang bareng sekolah bersama teman-teman ABG-nya, anak orang kaya.

Ada yang terpekik melihat kejadian naas  tersebut, orang-orang berlarian mengerubungi jasad sang ayah yang bergelimang darah.

Bukankah itu bapakmu? Kata salah seorang teman si anak durhaka mengingatkan. Karena melihat si anak durhaka tidak ada respon melihat kejadian tersebut. Dengan enteng si anak durhaka menjawab, " itu bukan bapakku" ia berusaha menyembunyikan identitasnya, malu pada 2 orang temannya yang lain, karena temannya itu anak orang kaya. Lalu si anak durhaka berlalu pergi, tanpa peduli pada bapaknya yang sudah tidak bernyawa dan tergeletak ditengah jalan raya.

Handai taulan, termasuk ibu, menangis akan kepergian sang bapak, tidak pada anak gadis semata wayangnya, mencibir dan mengeluarkan kata menyakitkan hati, " Udah bu, jangan ditangisi, ia pantas pergi, karena tidak bisa membuat kita kaya", ulasnya.

Orang-orang yang sedang takziah, langsung kaget mendengar ungkapan si anak durhaka, sambil mengucap, " Astagfirullah al adzim" dan si ibu meraung-raung menangis seakan hatinya tersayat sembilu, mendengar perkataan anaknya yang benar-benar lalim.

Belum genap 7 hari kematian bapaknya, si anak durhaka kembali ke tempat hiburan sebagai gadis penghibur lelaki kesepian. Dan ia, telah menyatakan pada ibunya untuk tidak menghalangi apa yang akan ia lakukan, sebab orang tuanya di anggap tidak mampu memenuhi keinginannya.

Ibunya hanya bisa menangis sepanjang hari, melihat tindak-tanduk anak gadisnya, yang liar bagaikan singa afrika yang kelaparan, siap menerkam siapa saja jika ada yang menghalangi.

Suatu malam, 'singa betina' haus darah itu, di rayu oleh seorang  pengusaha 'hidung belang' sebagai simpanan, dan dijanjikan rumah mewah, lengkap dengan fasilitas. Tersungging senyuman manis di bibir 'singa betina' ia merasa apa yang ia impikan selama ini akan terwujud seketika. Tawaran langsung ia terima.

Satu tahun telah ia lewati hidup di rumah mewah milik si 'hidung belang' serba berkecukupan, kecuali legalitas, ia tidak dapat pengakuan sebagai istri yang sah. Perutnya telah membesar, hitungan hari akan mengeluarkan bayi mungil.

Pertengkaran mulai memicu keretakan hubungan hangat yang telah ia jalin sejak satu tahun terakhir, sebab si 'hidung belang' tidak mau menikahi secara sah menurut agama dan hukum.

Terpisah, si ibu tidur di emperan beralaskan koran, karena rumah yang ia tempati sebelumnya di ambil paksa oleh pemiliknya, karena si ibu tidak mampu lagi membayar kontrakan, sejak kematian suaminya.

Kondisi ibu semakin memprihatinkan, untung saja suatu hari ia bertemu salah seorang yang pernah ia kenal menyelamatkan dengan mengajak tinggal di rumahnya sebagai pembantu rumah tangga.

Sedangkan kehidupan anaknya yang mewah bagaikan topeng, mulai terguncang konflik, suami gelapnya jarang pulang dan mulai tidak peduli dengan anak yang sedang ia kandung.

Suatu ketika si anak durhaka menelpon suami gelapnya, dan suami gelapnya gugup saat ditelpon, karena istrinya yang sah sedang berada didekatnya. Melihat gelagat si hidung belang, istri sahnya curiga dan melakukan spionase.

Beberapa hari kemudian, spionase yang ia lakukan berhasil, suaminya tertangkap 'basah' sedang berduan dengan si anak durhaka di salah satu rumah mewah. Dan, si hidung belang kalang kabut, sedangkan si anak durhaka di usir serta di ancam untuk tidak lagi menganggu kehidupan rumah tangganya.

Hidup anak durhaka terkantung-katung, ia pergi terusir dari rumah mewah, dengan perut buncit, uang tidak ada, yang ada hanya derita.

Ia memungut makanan basi di tong sampah, tidur sembarang tempat, ia teringat ibunya, sementara ibunya tidak lagi tinggal di tempat sebelumnya. Anak durhaka panik, dan terus berjalan menyusuri kehidupan baru, kehidupan menyakitkan.

Ia minta tolong, ia kelelahan, anak yang ada dalam kandungan meronta-ronta ingin keluar dari rahim 'murahan' ibunya. Anak durhaka kehabisan tenaga, lalu pingsan, dan di bawa oleh orang yang kebetulan lewat, ke pelayanan kesehatan terdekat.

Setelah mendapat pertolongan di Puskesmas, anak durhaka yang malang tersadar, ia merintih keakitan, memohon ampun pada ibunya, ia bicara sendiri, ia mengatakan akan sujud si kaki ibu. Sementara lendir bercampur darah mengalir lewat kemaluannya, namun janin dalam kandungan tidak mau keluar.

Kontak batin bergetar, si ibu merasakan aneh pada perutnya, sesaat datang seorang tetangga yang kebetulan mengenal anak durhaka yang lagi meregang kesakitan, dan memberitahukan kepada sang ibu, bahwa anaknya sedang berada di Puskesmas, mau melahirkan, dan si ibu berat melangkahkan kaki untuk melihat anaknya yang telah berbuat durhaka pada kedua orang tua.

Lalu tetangga meminta,  si ibu dengan kebesaran jiwa untuk menjenguk, akhirnya dengan berat hati si ibu mendatanginya ke Puskesmas.

Di Puskesmas, anak durhaka menangis, menyesali semua perbuatannya, dan memohon ampun atas segala kesalahan dan ke khilafannya. Sang ibu pemberi maaf, dan ikut menangis akan kondisi anaknya yang sedang sekarat. Setelah kata maaf diberikan. Di luar dugaan, anak durhaka menghembuskan nafas terakhir. Dan ibu malang, pun tak kuasa menahan kesedihan.
                                     ***

Apa yang di impikan si anak durhaka, hanya menambah deretan kesedihan sang ibu. Anak durhaka tidak pernah berhasil menjadi orang kaya, apalagi bahagia, karena tidak mendapat berkah dari kedua orang tua. Dan, anak durhaka baru sadar akan hal itu, di saat ia dirundung masalah.

Keikhlasan dan rasa sayang orang tua tidak akan pernah habis, meskipun ia telah di zalimi oleh anak perempuan kesayangannya.

Hikmah yang dapat di petik dari cerita ini adalah, bagaimana caranya kita seorang anak bisa mensyukuri nikmat pemberian dari orang tua, bukan sebaliknya, menuntut harta dan kekayaan dari orang tua melebihi dari kapasitas yang bisa ia berikan. Dan, jangan sekali-kali menyakitkan hati orang tua dengan perkataan, apa lagi sikap dan tindak-tanduk yang dapat menjauhkan berkah dan rezeki, serta ridho dari kedua orang tua, yang bisa mendatangkan takdir buruk dari Allah, S.W.T

Semoga cerita di atas menjadi cermin bagi kita bersama, untuk lebih berbakti pada kedua orang tua, amin.(AntonWijaya).