Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Komentar Apoteker tentang Perawat

Medianers ~ Seorang Apoteker bernama Marleni Latif Calysta, tertulis bekerja di Dinas Kesehatan, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, mengungkapkan pengalamannya, selama berinteraksi dengan profesi Perawat di pelayanan kesehatan. Pengalamannya itu, diposting di Facebook pada hari Rabu, 25 Maret 2020.

Berikut, Medianers tulis ulang, dan edit beberapa tatanan bahasa, tanpa mengurangi atau melebihkan maksud dari tulisan yang dibagikan Marleni Latif Calysta. "Ah, cuma Perawat ji. Bukan ji Dokter, Apoteker, atau tenaga kesehatan lain. Itu yang kadang muncul diucapan segelintir orang," tulis Marleni Latif Calysta. Selanjutnya, Medianers tampilkan secara utuh ungkapan Apoteker tersebut.

Siang ini, Saya menulis kisah nyata yang Saya alami tentang  Perawat.  Ah, Perawat ji. Terkadang dan bahkan sering Saya dengar orang berucap itu, ketika seseorang bertanya. Apa kerjanya? Ah Perawat ji. Yah, Perawat ji. Baik aku beritahu kamu ya.

Ketika Papa Saya sakit. Saya harus ke Puskesmas , yang duluan Saya kunjungi bagian pendaftaran. Disana yang Perawat. Lanjut ke Poli, dilayani Dokter. Dan sebelumnya ditangani oleh Perawat, (pemeriksaan tensi, rekam medik, dll). Ketika akhirnya harus mengurus rujukan, yang input rujukan online juga Perawat, dan akhirnya lanjut ke rumah sakit rujukan.

Meski saya orang kesehatan. Apalagi kamu yang bukan orang kesehatan, dalam keadaan orang tua sakit, kita pasti akan ada rasa panik yang menyebabkan kita kebingungan mau kemana memulai urusan. Sehingga saya putuskan bertanya di bagian loket pendaftaran, disana saya temui Perawat. 

Ternyata, Perawat lagi yang melayani, ke poli Dokter ahli, ada juga Perawat yang duluan menyapa, dan saat saya harus menunggu berjam-jam, Dokter ahli datang ke poli, (karena dokternya sedang dalam ruang operasi), maka si ibu yang ternyata adalah Perawat , dialah yang menenangkan kami semua yang antri dengan mengajak kami bercerita dengan sangat empati dan prihatin.

Bahkan di luar dari tugasnya sempat menawarkan jajanan atau kue kepada keluarga pasien kelaparan, termasuk ke Papa saya juga. Betapa mulia hatimu Perawat, mampu mengendalikan dan mengatasi  situasi yang membosankan  sampai dokter tiba.

Setelah diperiksa dokter dan hasilnya keluar, saat itu  sayapun kehilangan arah, teriak histeris tak sanggup mendengar diagnosa Papa. Seorang pasien pun setelah kami juga keluar ruangan dengan  tangisan. Sang Perawat keluar memeluk saya dan juga pasien yang lain.

Buk. yang sabar, ini semua kehendak Allah.  Ayuk semangat, kita tetap berobat, semoga hasilnya baik. Pasti ada jalan terbaik. Suaranya yang lembut bisa sedikit membuatku tenang.

Halloo. Saya menelpon teman dekat utk curhat. Alhamdulillah teman ini memberikan motivasi, dan kekuatan serta beberapa teori yang bisa memberiku semangat.  Ternyata, rkteman ini pun juga seorang Perawat.  

Selama bolak balik ke rumah sakit, berusaha berobat, saat lapar tak tertahankan. Saya harus membeli nasi kotak dari seorang penjual. Saat Saya akan membayar, "bu ini gratis, tidak usah dibayar," katanya. Loh kenapa? tanya saya. "Setiap hari saya bawa 20 kotak nasi lauk, yang 10 Saya jual dan yang 10 lagi Saya gratiskan. Hanya ini yang bisa Saya lakukan. Untuk menolong pasien, karena Saya  belum punya STR utk bekerja," jawabnya.

Oh. Ibu tenaga kesehatan? tanya Saya. "Iya saya Perawat Bu. Tapi baru lulus belum ada STR," ujarnya.

Masya Allah. Betapa mulia hatimu Perawat. Singkat cerita, akhirnya Papa harus masuk perawatan. Di ruang rawat inap , yang selalu stay 24 jam, ada Perawat yang berganti shift, mereka bahkan hanya duduk di kursi menunggu pasien dan keluarga pasien termasuk saya. 

Bergantian berteriak, Suster, lihat adik Saya. Bu, cepat anak saya kejang-kejang 
Suster, cairannya habis. Suster, cepat panasnya naik lagi. Ibu, verbannya harus diganti lagi. Suster kapan dokternya datang? Dan seterusnya, bla bla bla. Semua memanggil meminta pertolongan.

Mereka adalah Perawat yang bahkan baru mau duduk sudah, dipanggil ke kamar yang lain lagi. Baru mau makan, makanannya ditinggal memenuhi panggilan pasien. Kadang makanan mereka tinggalkan hanya untuk mengganti urine bag, dan lain-lain.

Kadang aku mengintip dari balik pintu. Ah, kasian mereka ternyata tidak bisa tidur mengurus pasien dan keluarga pasien yang cerewet. Dengan sabar dan tenang. Bahkan ketika ada keluarga pasien yang sok kaya, sok punya jabatan, mereka tetap memperlakukan sama dengan yang lain.


Masihkah kalian bilang Perawat ji ?

Mungkin kalian belum pernah masuk ICU atau mungkin kalian hanya sekedar mengunjungi keluarga kalian di ICU. Mau tau seperti apa keadaan di ICU? Saat terpaksa Papa Saya harus di ICU, melihat sekeliling pasien terbaring tak berdaya, selang di pasang di badan mereka. Yah, selang penyelamat hidup saya namakan.

Aku ngeri sekali tinggal dalam ruangan ini Papa yang terbaring tak berdaya berbisik  padaku. "Lenny, janganmi menangis, ko harus kuat iye, mungkin ini Allah kasih lihatko supaya bisa menambah ilmumu, siapatau nanti ada pasien yang harus kamu tolong juga," tutur Papa. 

Betul kata papa. Setiap hari di ruangan itu, Saya melihat perjuangan pasien-pasien melawan dan berjuang hidup. Ada yang membaik dan ada yang memburuk, bahkan meninggal dunia. Di ICU, Perawatnya luar biasa, menurut Saya bahkan lebih luar biasa lagi dari ruangan yang lain.

Mengapa? Mereka sama sekali tidak tidur, bahkan mungkin duduk pun mereka tidak bisa. Jiwa kemanusiaan mereka luar biasa, bukan hanya tugas, berlari dari pasien yang satu ke pasien yang lain. Saat ada pasien yang bersamaan gawat, 1 bahkan 3 pasien bersamaan. Ya ampun. Mereka sangat lincah luar biasa, silih berganti merawat pasien tapi mereka tetap tenang.

Bahkan mereka seperti ustadz, setiap saat mengajari kita berdoa, (mungkin panik kita lupa berdoa). Menelpon Dokter atau konsul dengan Dokter jaga, serta menulis  di buku. Saat sedikit ada waktu buat mereka menghela nafas. Saya lihat mereka berdiri terpaku, mata mereka seakan tak berkedip melirik pasien yang satu ke pasien yang lainnya. Dibalik masker mereka, aku pun bisa mengenal jiwa tulus mereka lewat tatapan mata mereka setiap saat pada pasien.

Yah masker, mereka sangat butuh masker.

Saat ada pasien yang meninggal dunia dan yang lain gawat. Mereka sangat khawatir, sampai 1 diantara mereka aku lihat tidak makan minum sama sekali. Sampai sore, saat Papa Saya gawat mereka sangat care, tidak ada yang mau meninggalkan shift, padahal sudah waktunya berganti dengan petugas selanjutnya.

Mereka repot bersama Dokter, berusaha segala cara memperjuangkan keselamatan Papa saya. Sampai akhirnya Papa saya tidak mampu bertahan dan kembali pada sang pencipta, Allah SWT. Spontan air mata para Perawat berjatuhan , mereka terisak seperti Papa adalah orang tua mereka.

Apakah menangis juga tugas seorang Perawat ? 

Bukan. Ini karena Perawat punya hati yang tulus dan ikhlas dalam merawat pasien.  Terus, sekarang lagi trend Covid-19. Bagaimana kalian melihat Perawat. Mereka siaga mulai dari Poli, UGD, berlari menjemput pasien saat masih dalam mobil, bertindak cepat bersama paramedis menangani pasien sampai dalam ruang isolasi.

Bahkan saat keluarga pasien mencak-mencak marah, segera ditangani. Mereka loh, yang jadi pelampiasan kemarahan kalian?  Apa mereka melawan ? Tidak ! Apa mereka meninggalkan pasien ? Tidak !  Ketika keluarga pasien tak sabar, panik,  mereka tetap diam, selincah mungkin menangani, dan berusaha  menyelamatkan pasien.

Saat pasien  Covid-19, (ODP, PDP) mereka juga garda terdepan bersama tim kesehatan lainnya menangani pasien.  Dengan mengeyampingkan keselamatan mereka. Apakah kalian belum tau pekerjaan Perawat ? Cerita ini hanya 20% dari tugas yang mereka lakukan selama ini.

Saya tak sanggup jadi Perawat, makanya Saya jadi Apoteker. Tapi, kami tetap sama melayani  masyarakat dengan cinta kasih, tulus, dan ikhlas. Terima kasih teman-teman Perawat. Terkhusus Perawat ICU Bahteramas yang merawat almarhum Papa Saya waktu itu. (Desember 2018 hingga 9 Januari 2019).

Semangat teman-teman Perawat dan tim medis lainnya, yang  bertugas menangani kasus COVID-19. Semoga kita semua di berikan kesehatan dan keselamatan, dan  COVID-19, segera berlalu. Aamiin. Terakhir, bukan Perawat ji. Tapi Perawat itu luar biasa. (Penulis Marleni Latif Calysta/ Editor Anton Wijaya)
Baca juga : 10 Cara Menjadi Perawat Hebat