Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sambungan Kisah "Dilema Trauma Tumpul Abdomen"

Medianers ~ Malam naas, tidak ada senyum maupun canda tawa. Mimik gundah-gulana tersirat di wajah Sutan, sedangkan Siti di pelupuk matanya sembab karena menangis tak henti-hentinya. Mak Uncu dan Kakek harap-harap cemas menunggu kabar di ruang tunggu Instalasi Bedah Sentral, Rumah Sakit Suka Sehat.

Ya, malam ini, tepat pukul 21.00 wib Parmato sedang mendapatkan tindakan operasi Laparatomi akibat Trauma Tumpul Abdomen, kronologis kejadian silahkan baca di tautan ini : Dilema Trauma Tumpul Abdomen. Sebelumnya terjadi kemelut panjang saat mengambil keputusan, pada dasarnya Sutan selaku ayah dari Parmato kurang berkenan dilakukan tindakan pembedahan, namun karena tidak ada pilihan lain, ia pasrah yang penting putra semata wayangnya itu tertolong.

Di rumah, nenek Parmato memasang niat dan menyampaikan pada Buya Katik di Surau Jami'ak. Jika Parmato dapat selamat menjalani tindakan pembedahan, dan sembuh dari ancaman kesakitan, serta kecacatan bahkan kematian, maka sang nenek akan mengadakan selamatan dengan "membantai" seekor kambing untuk jamuan makan bersama anak yatim piatu. Kemudian nenek juga mengirimkan doa setelah shalat Isya berjamaah di Surau Jami'ak tersebut.

Tiba-tiba, suara pintu berbunyi pertanda ada yang membuka. Benar saja, dokter bedah yang mengoperasi Parmato ke luar dan mengajak Sutan, Siti, Mak Uncu dan kakek masuk kedalam, serta mempersilahkan mereka duduk di dalam ruangan sebesar 6x4 meter.

Sambil menghela nafas panjang dokter bedah berkata, " Pak, Buk, Ananda Parmato mengalami luka robek pada hati, terjadi perdarahan hebat, sehingga rongga perut nyaris penuh terisi darah, sumber perdarahan telah kami atasi. Dan, sisa darah yang ada dalam rongga perut telah kami keluarkan serta dibersihkan. Kurang lebih darah yang ada dalam rongga perut Parmato sebanyak 1000 ml. Sungguh banyak ia kehilangan darah. Kamipun telah memberikan bantuan darah tambahan (transfusi) sebanyak 1 kantong dan akan menambahnya lagi, mengingat Hemoglobin Parmato terus turun, data terakhir mencapai 6,5 g/dl. Meskipun pertolongan maksimal telah kami lakukan, kenyataan berkata lain, saat kami menutup luka, menjahit fasia, tiba-tiba Parmato henti nafas.

Kami pun bergegas melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP) dan memberikan obat-obatan untuk memacu kerja jantung, namun semuanya diluar kendali kami (dokter bedah mengeluarkan suara serak serta berkaca-kaca). Kami tidak bisa menghentikan kenyataan pahit, bahwa Aa..ananda Parmato tidak bisa kami selamatkan. Kami mohon maaf pak, buk, tidak bisa berbuat lebih."

Dengan nada tinggi, Sutan berujar sambil menendang pintu, " Apaaaa...? Kurang ajar kalian, membunuh anakku." Hardiknya menolak kenyataan. Mak Uncu langsung bereaksi mendekap Sutan yang dalam emosi tak terkendali. Lalu Mak Uncu memboyong Sutan keluar. Sementara Siti dan Kakek menangis meraung-raung tak kuasa menahan sedih duka nestapa.

Di luar ruangan, Sutan memaki-maki petugas kesehatan yang telah menolong, serta mengeluarkan kata-kata tidak pantas didengar. Amarah Sutan meluap-luap, menendang kursi dan mulai merusak fasilitas rumah sakit. Sigap, satpam pun mengamankan Sutan yang lagi dirasuki amarah dan penyesalan.

Penuh jiwa ksatria, Mak Uncu menemui dokter bedah, seraya berujar. "Terima kasih dok, telah membantu kami, keponakan saya yang dalam kondisi kritis, meskipun ia tidak tertolong, apa pun hasilnya, itu adalah kehendak yang maha kuasa. Saya ikhlas menerima, dan siap bertanggung jawab atas apa yang telah saya putuskan di IGD, bahwa saya yang menanda tangani persetujuan tindakan operasi. Dokter tidak perlu merasa khawatir, semuanya akan saya pertanggung jawabkan pada keluarga saya di rumah. Tutupnya, sambil menyalami tanda terima kasih pada dokter bedah dan tim bedah lainnya.

Keluarga besar Almarhum Parmato berkabung, handai tolan pun berdatangan mengiri jenazah yang akan dibawa Ambulance pulang ke rumah. Malam itu, malam berkabung serta menyakitkan bagi keluarga, maupun bagi segenap tim bedah Instalasi Bedah Sentral, Rumah Sakit Suka Sehat. Semuanya terjadi diluar kendali mereka.

Kita tidak bisa berandai-andai jika saja Sutan tidak ceroboh dengan mobil barunya saat mengeluarkan dari garasi, mungkin perut dan rusuk Parmato tidak akan dilindas ban mobil. Atau, sewaktu kejadian langsung dilarikan ke rumah sakit sesuai saran Mak Uncu pertama kali, mungkin Parmato dapat tertolong segera, karena perdarahan belum banyak yang bisa diatasi dengan cepat.

Tapi, sudahlah, semua itu sudah ada yang mengatur, sebagaimana pepatah Minang Kabau, yakni "Malang Sakijok Mato, Mujua sapanjang hari. Malang ndak dapek ditulak, mujua ndak dapek diraiah." Bahasa Indonesianya, "Malang sekejap mata, mujur sepanjang hari. Malang tidak dapat ditolak, mujur tidak dapat diraih." Maka teraihlah yang malang oleh keluarga besar Sutan, mungkin kejadian ini, akan jadi pengalaman berharga untuknya di kemudian hari, bahwa berhati-hati serta harap konsentrasi sebelum melakukan sesuatu agar tidak kehilangan sesuatu berharga.(Anton Wijaya)