Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengadzankan Bayi Perbuatan Bid’ah?

Medianers ~ Jarum jam menunjukan pukul 15.10 wib. Sesuai perencanaan ibu paruh baya akan melahirkan anak kelima. Atas saran dokter, ibu itu ditolong oleh tim bedah di kamar operasi. Alasan operasi adalah ketuban pecah dini.

Anggap saja nama ibu itu Sitti. Menjelang operasi, Perawat anestesi minta bantuan saya mengadzankan anak Sitti yang akan lahir. Saya tanya. Mengapa harus saya yang mengadzankannya Uni?

Perawat Anestesi menjawab, "suami Sitti sedang berada di Malaysia, jadi ibu Sitti meminta bantuan uni mencari lelaki dewasa islam yang mampu mengadzankan anaknya."

Saya tanya balik, "apakah sah saya yang mengadzankanya, karena bukan muhrim?" Uni pun menjawab,"sah atau tidaknya uni tidak tau,"katanya.

Berhubung, tidak ada pilihan lain, akhirnya saya bersedia. Operasi berlangsung, posisi saya dalam tim bedah, sebagai assisten. Mencuat lagi topik tentang adzan dengan Dokter (operator).

Pengalaman beliau di Klinik pribadi bahwa, "ada seorang bapak berpenampilan muslim, berkopiah, memiliki jenggot, celana panjang diatas mata kaki, menggunakan baju lengan panjang dan dalam.

Ia keberatan mengadzankan anaknya yang baru lahir. Alasan dia menolak, bahwa Nabi Muhammad tidak pernah mengadzankan anaknya, begitu juga dalam Al-Qur'an tidak ada perintah."

Saya membayangkan alangkah terkejutnya dokter yang menyuruh, apalagi mendengar jawaban bapak itu. Pastinya.

Lha! 'ekpresi keheranan'. Benarkah ucapan si bapak itu pak? tanya saya. Dokter menjawab. Saya tidak tau persis syariatnya, selama ini anak yang baru lahir tetap diadzakan bapaknya. Kali pertama orang menolak yang pernah saya temui, ungkap dokter.

Tadi siang, (11/10/2012) saya ketemu seseorang yang dapat dipercaya, beliau pembimbing Rohani Islam (Egois) di Rumah Sakit.

Khotbah beliau sering saya dengar di Mesjid. Namanya tidak ada bedanya dengan panggilan saya, namun warga Rumah Sakit memanggilnya Ustad. Sedangkan saya tidak pernah dipanggil ustad. Karena, tidak ahli agama islam.

Pertemuan itu, saya manfaatkan bertanya tentang dilema adzan tempo hari. Uda Ustad ! Saya panggil dia. Langsung ke tujuan pokok. Apakah benar anak baru lahir tidak perlu diadzankan oleh bapaknya? Uda Ustad tanpa basa-basi menjawab. Anak baru lahir sebaiknya dilafaskan suara adzan ditelinga kanannya dan diiqomahkan di telinga kirinya.

Menyoal perlu atau tidaknya bayi diadzankan di telinga kanan dan diiqomahkan di telinga kiri, masih terdapat pro dan kontra oleh beberapa ulama, begitu juga riwayat hadis masih diperdebatkan ke shahihanya.

Meskipun begitu, saya memilih untuk mengumandangkan adzan dan iqomah ditelinga bayi yang baru lahir. Putik manusia itu, harus disuguhi lafas ayat suci saat terpancar di dunia ini. Ungkap uda ustad.

Banyak hal ingin ditanyakan pada Uda Ustad, berhubung waktu dan tempat tidak tepat. Akhirnya saya browsing, memanfaatkan jasa mbah Google mencari jawaban.

Apakah sunnah rasul mewajibkan adzan pada telinga bayi baru lahir? Seandainya diwajibkan oleh agama islam, bolehkah selain ayah kandung dari bayi mengumandangkan adzan ditelinganya?

Banyak artikel beredar di internet mengupas seputar pertanyaan diatas. Salah satu kalimat dalam artikel blog, bahwa Abu Daud dan At-Tirmidzi menyatakan sahabat Rasulullah, Abu Rafi, berkata, ”Saya melihat Nabi shallallaahu’alaihi wa sallam meng-adzankan di telinga Hasan ketika ia dilahirkan oleh Fatimah radhiyallahu’anha. Nah, menurut kalangan Hanafi, Syafi’i, dan Hambali hal ini merupakan sunnah (http://kmi-s.ppisendai.org/fiqh-mengadzani-anak/).

Masih dipostingan yang sama, pendapat diatas dibantah oleh Imam Malik. Pernyataan Abu Rafi dianggap sebagai perbuatan bid’ah. Bid’ah itu sendiri artinya adalah menciptakan sesuatu yang belum pernah ada (Kamus al-Munawir, hlm. 65).

Kata bid‘ah hanya digunakan untuk menyebut perkara yang menyalahi sunnah Nabi. Dengan demikian, tidak ada bid‘ah yang terpuji atau baik. Kalimat yang tepat, riwayat yang disampaikan Abu Rafi, Daud dan At-Tirmidzi dianggap mengada-ada oleh Imam Malik.

Mengadzankan bayi ibu Sitti merupakan pengalaman pertama selama hidup ditempuh nyawa. Saat ini, usia kehamilan istri saya 36 minggu, insyaallah dalam hitungan hari ia akan melahirkan. Berbekal dari pengalaman, saya sangat ingin menyambut bayi kami dengan lafas adzan ditelinga kanan dan iqomah ditelinga kiri.

Seandainya saya adzankan, apakah tindakan tersebut tergolong bid’ah? dan jika tidak di adzankan apakah bayi saya akan binal, tersesat di rayu setan? Saya fakir ilmu , saya juga miskin referensi. Wallahu A'lam Bishawab. Salam fakir, mohon pencerahan.(Anton Wijaya)