Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Penghargaan Perawat Teladan Tahun Ini

Medianers ~ Apakah manajer Keperawatan harus nyinyir mengingatkan setiap hari kepada Perawat pelaksana untuk selalu bersikap disiplin, ramah, memiliki komunikasi yang baik?

Atau, anda selaku manajer Keperawatan di bikin pusing oleh staf Perawat yang suka protes saat anda bicara aturan? Jika iya, baca hingga tuntas tulisan saya ini.

Dan, apakah anda seorang  manajer Keperawatan mulai bosan menegur, memberi sanksi pada staf perawat 'nakal' atas sikapnya kurang disiplin, sering telat datang, dan kurang patuh perintah atasan?

Dengan sanksi (punishment) yang pernah diberikan kepada staf keperawatan yang di anggap 'bandel' , apakah berhasil merubah prilaku tersebut? Jika jawabnya tidak, maka patut di coba cara terbalik, yakni punishment di tegakan sesuai aturan dan reward pun di berikan pada Perawat yang berprestasi.

Pada dasarnya manusia memiliki 2 sifat yang sulit di ubah, yaitu satu, membela diri meskipun ia salah dan dua, ingin berkompetisi menyaingi koleganya untuk menjadi yang terbaik.

Entah kenapa, banyak dari kita cendrung memberi sanksi dalam menegakan aturan, dari pada memberi reward pada anak buah agar ia termotivasi untuk berprestasi.

Pertanyaannya, sebagai manajer Keperawatan pernahkah anda berpikir untuk memberikan piagam penghargaan di akhir tahun pada salah seorang staf Perawat? Piagam penghargaan diberikan karena seorang Perawat telah melakukan yang terbaik selama bekerja dalam tahun ini di Rumah Sakit (buat kriteria penilaian).

Mungkin, di umumkan saat apel pagi atau media massa, bahwa Perawat terbaik tahun ini adalah Ners.X, atas prestasinya, ia di beri piagam penghargaan oleh pihak Rumah Sakit, dan ia prioritas utama untuk mengikuti pelatihan atau pendidikan berkelanjutan dari seluruh staf perawat rumah sakit yang ada saat ini. Lalu, berikan ia sertifikat penghargaan.

Saya pikir cukup, tanpa uang pun, saya yakin Perawat itu akan bangga mendapatkannya. Dan, Perawat yang lain juga akan meleleh air liurnya serta termotivasi untuk menjadi yang terbaik di tahun berikutnya.

Tidak hanya itu, bagi Perawat yang telah berprestasi sesuai kriteria penilaian yang telah di tetapkan dan di sepakati, maka bagi Perawat yang telah meraih penghargaan tersebut juga prioritas untuk jadi Kepala Ruangan, Kepala Instalasi, bahkan Kepala Bidang Keperawatan.

Bagaimana dengan punishment? Yang namanya aturan wajib di tegakkan, namun reward jangan pernah di disepelekan. Pemain sepak bola profesional, berjuang mati-matian saat bertanding hanya demi prestasi, bukan demi uang semata, ada yang menginginkan timnya menjadi juara, ada misi pribadi ingin dapat sepatu emas atau top skor.

Kenapa di lingkungan kerja tidak dimunculkan aroma kompetisi, agar perawat yang anda bawahi bersaing secara sehat demi sebuah prestasi? Yang pada dasarnya, manusia sebagai mahkluk sosial punya bawaan lahir ingin bersaing antara satu dengan yang lainnya.

Bukankah sebelum terjadi pembuahan, embrio, dan fetus yang tertanam dalam rahim juga melalui proses kompetisi, yang lahir ke muka bumi lah yang terbaik, salah satu contohnya anda, telah menyingkirkan ribuan bibit lain saat proses pembuahan.

Dan, bukankah manusia punya sifat 'primitif' tetap membela diri meskipun ia salah, contoh riil, lihat saja politikus yang suka bersilat lidah, sudah terpojok dan terekam media berujar salah, masih saja membela diri, berkelit bahwa ia benar. Begitu juga staf keperawatan saat di beri sanksi, ia akan tetap membela diri semaksimal mungkin, bahwa ia telah benar menjalankan tugas.

Sebaiknya, seorang manajer Keperawatan melakukan pendekatan reward, namun tidak meninggalkan punishment, agar roda organisasi berjalan menuju pencapaian terbaik sesuai visi misi Rumah Sakit.

Bagaimana dengan staf yang suka membangkang tadi? Jika program kompetisi telah di mulai, dan ia tidak move on, maka percayalah ia akan lapuk di makan zaman, tergerus oleh arus prestasi yang semakin deras. Kembali pada psikologi bersaing, pastinya staf perawat yang dianggap nakal dan bandel akan berubah memperbaiki diri, karena mereka juga butuh pelatihan dan pendidikan berkelanjutan, juga ingin mendapatkan piagam penghargaan.

Jika ingin pelatihan atau melanjutkan pendidikan, ia sudah sadar diri, karena bukan prioritas, apalagi ingin jadi Kepala Ruangan atau kepala bidang. Mau tidak mau, ia akan berubah, kalau tidak, ia akan mati 'terkelapuk' oleh aroma kompetisi.

Oke, saya cukup kan sampai disini. Jika anda tertarik, kenapa tidak di coba? Baca juga " Dilema Perawat fungsional dalam melanjutkan pendidikan dan karir".