Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menguak Kisah Pilu Jonrekday Sir, Meniti Karir menjadi Perawat

Medianers ~ Jonrekday Sir adalah sosok fenomenal. Ia disukai sekelompok orang. Tapi, ia dibenci pula oleh banyak orang yang merasa terganggu oleh aktifitasnya nan suka mengkritisi di media sosial.

Dilihat perawakannya, Jonrekday Sir berkepribadian keras. Tampang Indonesia timurnya tak bisa ia sembunyikan. Yakni lugas, tegas, dan apa adanya. Siapa sesungguhnya Jonrekday Sir. Dan, bagaimana ia bisa menjadi perawat?

Jonrekday-sir

Mengawali kisah, Jonrekday Sir kelahiran tahun 1964, asal Maumere, Nusa Tenggara Timur,  terlahir dari keluarga sederhana. Ia menamatkan Sekolah Dasar (SD) di Kupang, tahun 1977, dan Sekolah Menengah Pertama, (SMP) tahun 1980 di daerah yang sama.

" Ya, sejak SD sampai SMP, saya sekolah di kampung. Setelah itu saya merantau ke Jakarta, untuk merubah nasib," ungkapnya.

Setibanya, di Jakarta apa yang ia impikan tidak sesuai harapan. Kehidupan ibu kota sangat keras. Ia sadar bahwa, pendidikan sangat penting untuk keluar dari lumpur kemelaratan.

 "Untuk merubah nasib, saya melanjutkan pendidikan SMA di Jakarta. Saya sekolah sambil bekerja sebagai kuli bangunan. Saya bercita-cita menjadi pengacara. Namun, saya tidak mampu mewujudkannya, karena tidak sampai tamat SMA," katanya.

Tidak menyerah, Jonrekday Sir berupaya melanjutkan pendidikan. Tapi, menuai jalan buntu. Sementara itu, ia bekerja berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya.

Sebagai kuli proyek pembangunan ia jalani. Suatu ketika, nasib mujur berpihak pada dirinya. Ia diterima bekerja di rumah praktek bidan di Jakarta. Dari bidan tempatnya bekerja itu pulalah, ia mengetahui adanya Sekolah Perawat Kesehatan, (SPK).

Jonrekday Sir pun, berhasil lulus masuk SPK, Koja Dinas Kesehatan, DKI Jakarta tahun 1984. Sekolah tersebut, merupakan ikatan dinas. Setelah tamat, otomatis menjadi CPNS.

Kendati telah diterima menjadi siswa SPK, namun ia bingung harus membiayai sekolah dengan apa.

" Ini kisah pilu dalam hidup saya. Karena harus sambil cari nafkah harian. Menyelesaikan sekolah perawat sangat sulit. Saya menumpang di kos-kosan kawan. Kadang tidur di rumah sakit tempat saya praktek," ungkapnya melalui percakapan pesan elektronik.

Tidak itu saja, "saya juga membantu di dapur rumah sakit agar dapat makan. Seraya membantu tetangga, teman kos, dan  apa saja asal dapat makan. Kadang-kadang saya ngamen, untuk dapat ongkos praktek," ungkapnya.

"Saya hampir menyerah, tidak kuat lagi melanjutkan sekolah. Saya sering bolos, karena bekerja serabutan. Secara normatif, saya harusnya gugur. Namun direktur SPK, bapak Kusmihadi pasang badan mempertahankan saya, " imbuhnya lirih mengingat masa lalu.

Jonrekday Sir menambahkan, "saat  penentuan naik kelas, sebagai penentu gugur atau lanjut, semua dosen, pembimbing lapangan, sepakat saya gugur," tambahnya.

"Satu kalimat surga datang melalui bapak Kusmihadi. 'Saya menjamin Jonrekday Sir, dan saya bertanggung jawab dunia akhirat. Saya luluskan,' Jonrekday Sir menirukan. Setelah sidang, saya dipanggil dan kisah itu, bapak Kusmihadi ceritakan pada saya. Lalu, meminta saya harus tinggal di rumahnya," terang Jonrekday pada Medianers.

Hal itu bagaikan secercah cahaya di tengah kegelapan bagi Jonrekday Sir. Ia mulai fokus belajar ilmu keperawatan berdasarkan bimbingan Kusmihadi, sang direktur pemurah hati nan bijaksana.

"Berkat pak Kusmihadi saya betul-betul fokus belajar keperawatan. Saya sangat berutang budi padanya. Kalau tidak karena beliau, saat ini mungkin saya masih sebagai kuli," tukuknya.

Akhirnya, berkat bimbingan dan bantuan Kusmihadi. Jonrekday Sir berhasil menamatkan SPK. Tidak berapa lama, tepatnya tahun 1987, ia ditugaskan di Yayasan Ambulans Gawat Darurat, (AGD) 118, berstatus sebagai PNS.

Semasa itu direkturnya, dokter Aryono Djuned Pusponegoro. Pendiri AGD 118 sekaligus pendiri pelatihan BT&CLS, saat ini bergelar professor. "Saya ditugaskan dan diasramakan di markas AGD 118," jelas Jonrekday Sir.

Prof. dr. Aryono Djuned Pusponegoro, Sp.B-KBD., juga tokoh penting dalam hidup Jonrekday Sir.

" Prof. Aryono Djuned Pusponegoro adalah guru, bapak, dan tokoh terhormat, serta penting dalam hidup saya," puji Jonrekday mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada sosok yang telah mengubah hidupnya. Dari tidak tau apa-apa, hingga menguasai ilmu kegawat-daruratan.

Dua tahun berselang, Jonrekday Sir menemukan tambatan hati, ia memutuskan menikah dengan wanita pujaannya. Selanjutnya, ia pindah tugas ke RSUD Pasar Rebo, Jakarta Timur, tahun 1998 sampai 2016.

Dan, tahun 2016 hingga saat ini, sembari menunggu pensiun, ia mengabdi di RSUD Kabupaten, Kepulauan Seribu, Jakarta. " Saya akan pensiun 2 tahun lagi, tepatnya tahun 2022," katanya.

Pria yang memiliki seorang Istri, dan dua orang anak tersebut, semasa muda aktif di berbagai penanggulangan bencana di Indonesia.  Paling berkesan baginya, saat memberikan bantuan kemanusian, di gempa Kerinci, Padang, Liwa, dan Tsunami Aceh.

" Waktu di Aceh, saya sempat menjadi sasaran penculikan GAM. Berhasil bebas oleh permintaan pimpinan Ponpes di Aceh," ungkapnya mengingat masa lalu.

Selama karir kliniknya, Jonrekday Sir mengaku, selain pernah bertugas di tim AGD 118, ia juga pernah bertugas sebagai Perawat Gadar Pra Rumah sakit.

Pernah dinas di UGD, di Kamar Operasi, HCU, dan ICU. Serta pernah pula menjadi instruktur pelatihan sistem gawat darurat modern, bersama IKABI Jaya (Ikatan Ahli Bedah Indonesia, Jakarta).

Jonrekday Sir juga berhasil menamatkan pendidikan di Akper Kimia III, Kemenkes tahun 2005. "Perawat adalah profesi saya seumur hidup. Saya mencintai profesi ini," tutupnya. (Anton Wijaya)

Baca juga : Mengenal Sosok Pasri, dari Perawat Hingga Menjadi Dokter Gigi